Rabu, 03 Maret 2021

Balada : Menemani Akal Mengilustrasikan Tuhan

 Akal             : “Mas Kus, jika tiada ada satupun di dunia ini bahkan di alam semesta ini yang serupa dengan tuhan, lalu bagaimanakah wujud tuhan itu?”

Mas Kus       : “Maksud e piye iki Kal?”

Akal             : “Ya bentuknya atau gambarannya gitu?”

Mas Kus       : “Kenapa kamu bertanya seperti itu Kal?”

Akal             : “Biar yakin gitu mas?”

Mas Kus       : “Apakah harus dengan melihat kita baru bisa yakin bahwa sesuatu itu ada? Jika seperti itu, alangkah kasihan sekali teman-teman kita yang tuna netra.”

Akal             : “Waduh!”

Mas Kus       : “Ngene wae kal, tidak perlu jauh-jauh kita memikirkan wujud tuhan. Yang dekat dengan kita saja, apakah rasanya gula?”

Akal             : “Manis!”

Mas Kus       : “Teman kita John menyebutnya “sweet”, teman kita Abdul menyebutnya “hulwun”, dan teman kita Watanabe mengatakannya “amai”.”

Mas Kus       : “Lalu siapakah diantara kita dan ketiga teman kita yang paling benar menyebutkan tentang rasa gula?”

Mas Kus       : “Jika kita benar, apakah ketiga teman kita itu berarti salah? Atau jika salah satu teman kita benar, apakah berarti kita yang salah?”

Akal             : “Ya tidak ada yang salah Mas Kus, itu kan hanya sekedar perbedaan bahasa saja.”

Mas Kus       : “Itu karena kita sudah mengenal mereka, maka yang ada adalah toleransi.”

Mas Kus       : “Jika masing-masing bertahan pada pendapatnya sendiri-sendiri dan memaksa yang lain harus sama dengan dia, yang ada kita semua akan perang.”

Akal             : “Apakah itu berarti semuanya salah?”

Mas Kus       : “Bener jawaban sebelumnya, tidak ada yang salah. Dan juga tidak ada satupun dari kita yang tepat dalam menyebutkan rasa dari gula.”

Akal             : “Gak salah tapi yo ora pas?”

Mas Kus       : “Ngene Kal! Yang kedua bagaimana kita melihat rasa dari gula?”

Akal             : “Melihat rasa gula Mas?”

Mas Kus       : “Iya!”

Akal             : “Menggambarnya?”

Mas Kus       : “Ngene!”



Akal             : “Haha…!”

Mas Kus       : “Maka John akan menggambar seperti ini!”



Mas Kus       : “Abdul dan Watanabe gambarnya seperti ini!”




Mas Kus       : “Gambar siapakah yang paling presisi tentang rasa gula?”

Mas Kus       : “Tentu saja tidak ada gambar yang tepat untuk rasa gula, entah itu kita ataupun teman-teman kita.”

Mas Kus       : “Karena apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat tentang rasa gula adalah hanya sebatas tafsir.”

Mas Kus       : “Itu adalah posisi KEBENARAN di sisi manusia.”

Mas Kus       : “Bahwa KEBENARAN di sisi manusia itu tergantung kesepakatan, selama sesuatu itu disepakati benar, maka itu akan dianggap benar.”

Mas Kus       : “KEBENARAN yang sesungguhnya tetang rasa gula itu adalah sama seperti  di lidah kita ataupun di lidah teman-teman kita. Dan itulah KEBENARAN yang sejati yang hanya ada di sisi Tuhan.”

Akal             : “Ok ok paham wes!”

Akal             : “Tidak ada sesuatu apapun di dunia ini atau alam semesta ini yang bisa menyerupai Tuhan!”

Mas Kus       : “Betul, hanya karena rasa gula kita sudah tahu bahwa tidak ada gambar atau suara yang pas untuk mengilustrasikannya.”

Mas Kus       : “Padahal rasanya jelas ada, hanya suara dan gambarnya yang ada saat ini hanyalah sebatas tafsir saja.”

Mas Kus       : “Jika menggambar rasa gula saja kita tidak mampu, mengapa kita repot-repot untuk melihat wujud tuhan yang jelas-jelas itu di luar jangkauan indra.”

Akal             : “Betul-betul!”

Akal             : “Maka tidak ada yang benar atas apapun perwujudan tuhan yang ada di dunia ini?”

Mas Kus       : “Tidak ada satu pun dari tuhan-tuhan yang berwujud manusia, hewan dan lainnya yang pantas untuk disebut tuhan atau dipertuhankan.”

Mas Kus       : “Piye? Masihkah kamu memaksa untuk mengilustrasikan tuhan Kal?”

Akal             : “Gak wes Mas Kus, wes cukup. Dan aku tidak perlu memejamkan mata untuk shalat hanya sekedar untuk membayangkan tuhan.”

Mas Kus       : “Nah itu, kita tidak perlu membayangkan akan wujud tuhan, sekali kita bisa menangkap wujud tuhan meskipun itu hanya terlintas di pikiran kita, itu sudah tidak pantas kita pertuhankan sesuatu yang ada di pikiran kita.”

Mas Kus       : “Karena itu berarti bahwa tuhan memiliki keterbatasan, padahal tuhan itu tak terbatas.”

Mas Kus       : “Jika yang sebatas bayangan saja batil atau salah, apalagi yang sampai diwujudkan dalam bentuk patung, gambar atau apapun itu sudah pasti salah dalam mengilustrasikan akan tuhan.”

Mas Kus       : “Karena yang seperti itu berarti sudah terbatas, bisa diukur dan diskalakan. Dan itu bukanlah sifat dari tuhan.”

Akal             : “Ok Mas Kus, cukup wes kita tidak perlu mengilustrasikan wujud tuhan karena sudah pasti salah.”

Akal             : “Cabang pertanyaannya, kenapa masih perlu menyebutkan tentang rasa gula atau menggambarkan tentang rasa gula meskipun kita tahu itu tidak tepat?”

Mas Kus       : “wekekekeke, enek cabang pertanyaan barang!”

Mas Kus       : “Sebetulnya tidak hanya sekedar tentang rasa gula saja, tapi semua itu terkait antara rasa gula dan teman-teman kita, John, Abdul, dan Watanabe.”

Mas Kus       : “Dengan menyebut atau menggambar rasa gula, kita bisa mengkomunikasikannya atau mengirim pesan atas rasa tanpa harus mengirim barangnya.”

Mas Kus       : “Kenapa antara kita dengan teman-teman kita, John, Abdul, dan Watanabe berbeda-beda suku bangsa, ras, dan bahasa?”

Akal             : “!?”

Mas Kus       : “Dengan kita mengenal teman kita, kita bisa tahu bahwa untuk menyebutkan suatu benda yang sama saja kita berbeda-beda bunyinya.”

Mas Kus       : “Karena bunyi tadi hanyalah sebatas tafsir yang kita sepakati bersama dan kita gunakan bersama diantara teman sesuku dan sebangsa.”

Mas Kus       : “Karena KEBENARAN di sisi manusia hanyalah sebatas kesepakatan bahwa itu benar selama kita sepakati seperti itu.”

Mas Kus       : “Karena KEBENARAN yang sesungguhnya itu tidak tergantung suku, ras, golongan, bangsa, warna kulit, warna rambut.”

Mas Kus       : “Bahwa KEBENARAN yang sejati hanya ada di sisi Tuhan.”

Mas Kus       : “Bahwa KEBENARAN yang sejati akan tetap benar sekalipun itu keluar dari mulut orang yang paling buruk ahlaknya.”

Akal             : “Betul-betul!”

Mas Kus       : “Kamu tahu Kal, efek samping dari penyempitan dan pendangkalan dari pemahaman tentang kebenaran?”

Akal             : “koyo piye mas?”

Mas Kus       : “Kebenaran diakui oleh orang perorang atau kelompok orang.”

Akal             : “Jeleknya dimana Mas Kus?”

Mas Kus       : “Sekelompok orang dalam jalur distribusi barang khusus, menganggap benar boleh mengambil laba lebih dari orang kebanyakkan atau orang di luar kelompoknya.”

Mas Kus       : “Menganggap kelompoknya spesial dan barang yang dijual juga spesial.”

Akal             : “Terus?”

Mas Kus       : “Jika memang benar bahwa barang yang jual itu bermanfaat, mengapa hanya diperuntukkan untuk kalangan tertentu saja?”

Mas Kus       : “Barangnya mungkin ada manfaatnya tapi hanya sedikit dan hanya pada sebagian kecil umat manusia.”

Mas Kus       : “Ada lagi seseorang atau kelompok orang yang mengajarkan tentang suatu pengetahuan, tapi mensyaratkan orang lain membayar akan pengetahuan itu.”

Mas Kus       : “Jika memang pengetahuan itu benar dan bermanfaat, tentulah harus diajarkan kepada siapun dan tanpa syarat apapun.”

Mas Kus       : “Di seminar-seminar yang mengajarkan pengetahuan tentang sesuatu hal, tetapi mensyaratkan mahar atau tiket, sudah tentu pengetahuan yang diajarkan itu sedikit benar dan sedikit manfaat.”

Mas Kus       : “Di luar seminar, pengajaran tentang pengetahuan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus, tidaklah jauh berbeda.”

Mas Kus       : “Para pejuang telah berusaha membuka akses akan pengetahuan yang tadinya hanya untuk kalangan bangsawan saja bisa diakses oleh kalangan rakyat jelata.”

Mas Kus       : “Akses pengetahuan memang telah terbuka, tetapi masih dibatasi oleh ruang, ruang kelas, ruang laboratorium. Pengetahuan yang diajarkannya pun disekat-sekat, dibagi-bagi, dimodul-modul. Pengetahuan dipilah-pilah, dipisah-pisah dalam mata pelajaran.”

Akal             : “Ada yang tidak nyambung mas?”

Mas Kus       : “Ada! Maka kebenaran akan pengetahuan yang diajarkan itu sebagian-sebagian saja.”

Mas Kus       : “Contoh! Ketika belajar Fisika tentang planet, misalkan Bumi yang kita tempati, Fisika mengatakan bahwa bumi berotasi pada porosnya. Fisika menganggap bahwa bumi bergerak sendiri pada poros, padahal bumi adalah benda mati.”

Mas Kus       : “Sedangkan ketika belajar Biologi, bergerak itu menjadi ciri dari mahluk hidup, benda mati tidak bisa bergerak sendirinya.”

Mas Kus       : “Belajar Fisika dipisah dengan Biologi dipisah dengan Agama. Akibatnya tidak ada kata Tuhan dalam Fisika, Biologi, Kimia, dan Matematika kecuali dalam pengantarnya saja.”

Akal             : “Menurut Fisika adalah benar benda mati bisa bergerak dengan sendirinya, padahal menurut biologi hanya mahluk hidup yang bergerak dengan sendirinya.”

Mas Kus       : “Lha kuwi, benarnya yang sebagian-sebagian saja.”

Mas Kus       : “Bahkan dalam beragamapun ada kelompok-kelompok.”

Mas Kus       : “Kelompok yang satu menganggap bahwa kelompoknya yang benar dan yang lain salah, begitu pula sebaliknya.”

Mas Kus       : “Padahal itu hanyalah pilihan-pilihan saja, seperti kita menyebutkan rasa gula manis, berbeda dengan john menyebut sweet, berbeda dengan abdul dan watanabe.”

Mas Kus       : “Seharusnya yang ada adalah toleransi, karena apa yang kita anggap benar itu hanyalah sebatas kesepakatan dan sebatas tafsir saja.”

Mas Kus       : “Seperti itulah para alim ulama dalam menyikapi perbedaan pendapat, seperti kita menyikapi perbedaan dalam menyebut rasa gula.”

Mas Kus       : “Bahwa KEBENARAN yang hakiki hanyalah milik Tuhan saja, maka sikap kita terhadap sesama adalah toleransi.”

Akal             : “Sampai segitunya efek sampingnya Mas?”

Mas Kus       : “Bahkan lebih parah lagi Kal!”

Mas Kus       : “Kita telah membagi ilmu itu ada ilmu dunia ada ilmu akhirat atau agama.”

Mas Kus       : “Akibatnya, kita berfikir urusan di dunia ini tidak ada kaitanya dengan akhirat.”

Mas Kus       : “Dan juga sebaliknya, urusan akhirat hanya sebatas ibadah saja. Ketika ketika keluar dari pintu rumah ibadah artinya itu sudah urusan dunia.”

Mas Kus       : “Tuhan macam apa yang bisa kita lokalisir urusannya hanya sampai pintu rumah ibadah saja?”

Akal             : “Padahal tidak ruang bagi mahluk untuk bisa lari menghindar dari tuhannya.”

Mas Kus       : “Betul, kita telah memisahkan urusan dunia tidak ada kaitannya dengan akhirat.”

Mas Kus       : “Hidup kita secara pribadi, keluarga, bekerja, berkelompok, bernegara kita anggap terpisah dengan urusan tuhan.”

Mas Kus       : “Menjadi hal yang tabu, ketika kita melakukan pekerjaan tapi masih mengingat tuhan, menjadi aneh ketika kita hidup bernegara jika harus dikaitkan dengan tuhan.”

Mas Kus       : “Tuhan macam apa yang masih bisa kita batasi ruangnya, yang masih bisa sekat-sekat keberadaannya.”

Akal             : “Itu semua karena efek samping dari kebeneran yang parsial? Dan memaksakannya ke bagian-bagian yang lain?”

Mas Kus       : “Betul, karena itu kita harus keluar dari itu semua, kebenaran yang sebagian-sebagian. Jika kita ada di sana, kemudian janganlah kita memaksa yang lain untuk sepaham dengan kita.”

Mas Kus       : “Janganlah memaksa John berkata “Manis” ketika merasakan gula, jangan pula memaksa Abdul dan Watanabe melakukannya juga.”

Mas Kus       : “Karena semua itu hanya sebatas tafsir, dan kesepakatan bersama bahwa yang benar adalah itu.”

Mas Kus       : “Karena kebenaran sejati bukanlah manusia dan mahluk. Kebenaran sejati hanyalah milik Allah subhanahu wa ta’ala.”

Mas Kus       : “Bahwa tidak ada yang benar tetang segala sesuatu perwujudan atau pengilustrasian akan Tuhan.”

Mas Kus       : “Mari kita hanya sujud dan sembah Tuhan yang satu, Allah subhanahu wa ta’ala.”

Akal             : “Baik Mas, cukup dan terima kasih.”


Rabu, 27 Januari 2021

Balada : Menemani Akal Memilih Tuhan

 Akal             : “Mas Kus, tuhan sudah jelas ada. Kemudian kemana kita harus mencarinya?”

Mas Kus       : “Kenapa harus dicari Kal? Bukankah sudah banyak pilihan akan tuhan di sekitar kita.”

Akal             : “Lalu Bagaimana kita tahu jika tuhan pilihan kita itu adalah tuhan yang benar?”

Mas Kus       : “Ya, kita harus mengujinya?”

Akal             : “Mengujinya? Memang tidak apa-apa Mas? Tidak kuwalat gitu?”

Mas Kus       : “Tentu saja tidak apa-apa. Tuhan yang sesungguhnya akan sangat senang jika kita melakukannya.”

Akal             : “?!,?!,?!”

Mas Kus       : “Kenapa kamu tidak langsung memilih saja?”

Akal             : “Dari mana kita harus mulai memilih?”

Mas Kus       : “Ya, yang tampak oleh mata kita!”

Akal             : “Ok, jika tuhan itu berwujud manusia, bagaimana cara kita mengujinya?”

Mas Kus       : “Mudah saja, bawakan dia 3 potong es krim.”

Mas Kus       : “Berikan satu es krim ke tangan kanan, satu es krim ke tangan kiri, lalu bagimana dia akan memegang satu es krim yang lain?”

Akal             : “Ya, dengan kekuatan supranaturalnya dong Mas.”

Mas Kus       : “Ah, kamu berhayal Kal. Di dunia hayalan semuanya menjadi mungkin.”

Akal             : “Lalu?”

Mas Kus       : “Lalu dimanakah tuhan yang berwujud manusia itu sekarang?”

Akal             : “Di Surga!”

Mas Kus       : “Dulu pernah ada di sini, di dunia ini?”

Akal             : “Iya, dulu pernah!”

Mas Kus       : “Bukankah itu berarti Dia telah terikat oleh waktu?”

Mas Kus       : “Tuhan yang sebenarnya seharusnya tidak terikat oleh waktu dan tidak terjebak dalam ruang atau jasad.”

Mas Kus       : “Lalu bagaimana wujud tuhan jika sebelum manusia ada atau diciptakan?”

Akal             : “Hmm, betul. Manusia pernah belum ada. Tuhan yang sebenarnya harusnya tetap ada.”

Akal             : “Bagaimana jika tuhan itu berwujud binatang mitologi Mas? Misalnya berwujud naga atau hewan atau sebagainya.”

Mas Kus       : “Seharusnya sudah tidak bisa dituhankan jika dia terikat waktu dan terjebak ruang, serta pernah tidak ada.”

Mas Kus       : “Bagaimana binatang bisa dianggap tuhan yang menciptakan manusia yang bisa berbicara, berkehendak dan mencipta sesuatu, sedang dia sendiri tidak bisa berbicara?”

Mas Kus       : “Bagaimana caranya dia mengajarkan manusia bicara sedangkan dia sendiri tidak bisa berbicara?”

Akal             : “Bagaimana dengan yang berwujud matahari, bulan dan bintang?”

Mas Kus       : “Walaupun matahari sebenarnya sangat besar, tapi tetap yang tampak oleh mata kita hanya sebesar bola voli.”

Mas Kus       : “Bagaimana matahari menguasai malam, sedangkan dia tidak pernah tampak di waktu malam.”

Mas Kus       : “Begitu juga dengan bulan!”

Mas Kus       : “Sudah tentu bintang-bintang juga terlalu kecil bisa dikatakan bisa menguasai kehidupan atau terlibat dengan segala urusan kehidupan.”

Akal             : “Lalu, bagaimanakah wujud tuhan yang sebenarnya?”

Mas Kus       : “Jika yang kamu maksud adalah seperti sesuatu benda yang ada di bumi atau bahkan di alam semesta, maka tidak ada satupun yang dapat menyerupaiNya.”

Akal             : “Bagaimana jika berwujud api?”

Mas Kus       : “Kita tahu api keberadaanya tergantung pada zat yang lain.”

Mas Kus       : “Api tergantung pada benda padat yang bisa ia bakar, jika benda padat itu habis menjadi abu api itu akan hilang.”

Mas Kus       : “Api tergantung pada benda cair minyak, alkohol dan sebagainya, jika minyak itu habis ia juga akan hilang.”

Mas Kus       : “Sama juga dengan benda gas, bagaimana kehidupan ini digantungkan pada sesuatu yaitu api yang ia sendiri masih tergantung pada benda lain?”

Akal             : “Maka tidak ada benda atau zat yang dapat mewakili wujud dari tuhan.”

Mas Kus       : “Betul, tidak ada pilihan lain akan tuhan. Hanya Dialah Allah subhanahu wa ta’ala tuhan yang sebenar-benarnya tuhan. Dan tiada tuhan selain Allah.”

Akal             : “Kenapa Allah itu harus gaib sih Mas?”

Mas Kus       : “Mengapa kamu tanya seperti itu?”

Akal             : “Supaya yakin!”

Mas Kus       : “Jika “akal” itu tampak dan tidak gaib, tentu tidak mengenakkan.”

Akal             : “Hahaha…!”

Mas Kus       : “Jika kita ditampakkan dengan kutu yang ada di kulit kita, keluar masuk melalui pori-pori. Kluget-kluget seperti ulat, dengan bulu-bulu yang menyeramkan dan gigi-gigi yang tajam.”

Mas Kus       : “Apakah dengan itu kita masih bisa menyebut hidup ini indah, masihkah kita mengagumi pemandangan laut, gunung, hutan, safana?”

Mas Kus       : “Adanya batas jangkuan indera kita membuat hidup kita lebih enak dan nyaman. Jika ditampakan bakteri yang berterbangan di udara tentu kita akan sulit untuk pergi atau menikmati jalan-jalan di luar ruangan.”

Akal             : “Iya juga sih.”

Mas Kus       : “Jika tuhan itu tampak, kita tidak akan pernah bisa menikmati hidup ini.”

Mas Kus       : “Dan “akal” itu tidak perlu terlihat oleh mata untuk “yakin” bahwa akal itu ada.”

Akal             : “Jadi, tidak ada sesuatu apapun benda atau zat di dunia ini atau semesta ini yang dapat mewakili tuhan.”

Akal             : “Tidak ada gambar atau perwujudan apapun yang dapat menggambarkan atau mengilustrasikan tuhan.”

Akal             : “ Karena jika sampai itu bisa digambarkan berarti tuhan terbatas.”

Mas Kus       : “Betul, karena tuhan yang sebenarnya tak terbatas.”

Akal             : “Semua benda atau zat di dunia ini dan alam semesta ini tidak bisa dituhankan, karena semua itu hanyalah ciptaan atau mahluk.”

Akal             : “Semua itu hanyalah tanda bahwa tuhan itu ada, dan besarnya jagat raya menunjukan maha besarnya tuhan itu. Karena jagat raya yang teramati saat ini adalah hanya sampai batas itu saja pengamatan kita saat ini.”

Mas Kus       : “Betul, seperti manusia membuat barang-barang, sepeda, mobil, baju, radio, tv, smartphone, dan seterusnya. Semua benda-benda itu tidak ada satupun yang bisa menggambarkan bentuk dari “akal”, tapi semua itu adalah bukti bahwa “akal” itu ada.”

Akal             : “Ok, cukup Mas Kus!”

Mas Kus       :  “Dialah Allah tiada tuhan selain Dia dan tiada sekutu baginya.”

Sabtu, 09 Januari 2021

Balada : Menemani Akal, Akal Mencari Tuhan #2

 

Mas Kus       : “Kal! Kenapa ada siang ada malam?”

Akal            : “Karena bumi berotasi pada porosnya.”

Mas Kus       : “Efeknya ada siang ada malam?”

Akal            : “Betul.”

Mas Kus       : “Mengapa bumi berotasi Kal? Apa penyebab bumi berotasi?”

Akal            : “Karena gaya gravitasi ke arah pusat bumi, dan gaya gravitasi tarik menarik antar bumi, matahari dan bulan.”

Mas Kus       : “Apakah itu sudah cukup untuk menjelaskan mengapa bumi ini berputar pada pada porosnya atau berotasi Kal?”

Mas Kus       : “Rotasi bumi menjadi sebab siang malam, perbedaan waktu, pasang surut air laut dan seterusnya. Tapi apakah rotasi ini adalah sebab terakhir atau  ada sebab lain?”

Akal            : “Maksude piye iki?”

Mas Kus       : “Gasing itu kan juga berputar pada porosnya Kal! Gasing itu berputar karena kehendaknya sendiri, atau diputar oleh pemiliknya?”

Akal            : “Ok ok, maksudnya Mas Kus, sejak kapan benda mati itu punya kehendak gitu!”

Mas Kus       : “Yap! Bolehlah kita sebut gaya gravitasi sebagai mekanisme berputarnya bumi pada porosnya. Tapi sejak kapan bumi mulai berotasi?”

Akal            : “Bagaimana dengan teori ledakan besar Mas?”

Mas Kus       : “Maksudnya sejak meledak itu, materi terlontar dan berputar?”

Mas Kus       : “Ledakkan itu apa pemicunya? Mengapa tiba-tiba meledak? Sebetulnya ledakkan itu akibat apa sebab?”

Akal            : “hmm, piye iki? Sederhananya gimana ini Mas Kus?”

Mas Kus       : “Gini Kal, Lihat sepeda motor, atau mobil. Jika roda sepeda motor itu seperti planet dan bintang, maka berputarnya roda pada porosnya itu seperti planet bumi berotasi.”

Mas Kus       : “Kemudian kita tahu bahwa perputaran roda itu disebabkan ledakan pembakaran yang terjadi di mesin dan piston bergerak.”

Mas Kus       : “Maka teori yang ada saat ini hanya mampu melihat sampai kepergerakan piston saja, atau awal mula piston bergerak, sampai pada bergeraknya roda-roda.”

Mas Kus       : “Teori itu belum sampai ke pemicu awal ledakan / pembakaran pertama pada mesin, yaitu dengan starter elektrik atau kick stater.”

Mas Kus       : “Belum juga sampai pada subyek / pelaku yang membuat starter elektrik atau kick stater bekerja.”

Mas Kus       : “Tidak pula teori itu menyentuh bahwa sang pelaku masih menjaga tuas gas agar roda tetap berputar.”

Akal            : “hmm, gitu ya!”

Mas Kus       : “Menurutku ngono.”

Akal            : “Kenapa bisa begitu Mas?”

Mas Kus       : “Karena kita datang belakangan setelah semua sistem itu bekerja. Kita tidak sempat melihat pertama kali starter itu dinyalakan. Dan starter dinyalakan hanya satu kali, selama sistem sudah berjalan tidak ada starter kedua atau ketiga. Itu yang tidak bisa ditangkap atau diindra oleh para ilmuan.”

Mas Kus       : “Yang bisa dilihat adalah hanya pada sistem sudah bekerja lalu ditarik kesimpulan bahwa sistem itu bekerja dengan sendirinya. Otomatis jarene.”

Mas Kus       : “Satu yang luput dari simpulan itu adalah bahwa dengan begitu kita telah meletakkan subyek sekaligus obyek.”

Mas Kus       : “Kita lupa bahwa matahari, planet dan satelitnya semua benda mati, dengan menganggap bahwa bumi berotasi dengan sendirinya berarti kita menganggap bahwa bumi itu subyek sekaligus obyek.”

Mas Kus       : “Sama halnya dengan roda, piston, gir, itu bergerak dengan sendirinya.”

Mas Kus       : “Semua itu adalah benda mati, sejak kapan benda mati itu bisa bergerak dengan sendirinya?”

Akal            : “Iya, tidak ada batu yang bisa berjalan sendiri, pasti ada yang memindahkannya.”

Mas Kus       : “Semua itu adalah benda-benda mati, lalu sejak kapan benda mati itu tiba-tiba hidup?”

Akal            : “Omne vivum ex vivo : semua mahluk hidup berasal dari mahluk hidup. Lalu bagaimana mahluk hidup pertama kali hadir jika semua yang ada adalah benda mati?”

Mas Kus       : “Nah…! Piye?”

Akal            : “Dengan teori evolusi biokimia Mas. Bahwa zat organik sederhana seperti asam amino, gula sederhana itu bisa terbentuk dengan reaksi antara uap air, metana, ammonia, gas hydrogen, dan gas karbondioksida yang dialiri lecutan listrik atau terkena halilintar.”

Akal            : “Asam amino dan gula sederhana adalah molekul atau komponen penyusun kehidupan.”

Mas Kus       : “Lalu bagimana caranya semua itu tiba-tiba hidup?”

Mas Kus       : “Kenapa kesimpulan diambil bahwa semua benda-benda itu bisa hidup dengan sendirinya?”

Mas Kus       : “Kenapa kita menganggap bahwa benda-benda itu bergerak dengan sendirinya kemudian bertemu dan bereaksi membentuk kehidupan?”

Mas Kus       : “Kenapa kesimpulan ditarik dengan melupakan subyek yaitu peneliti yang membawa semua benda-benda itu ke laboratorium, kemudian memicu reaksinya?”

Akal            : “hehehe, mengapa subyek itu dipindahkan ke obyek? Padahal dengan begitu kita menganggap bahwa benda mati itu bisa bergerak dengan sendirinya. Kenyataannya tidak ada benda mati yang bisa bergerak.”

Mas Kus       : “Nah..! ketemu kan. Tidak hanya bergerak, dengan begitu kita juga menganggap benda mati itu berkehendak.”

Akal            : “hmm…! Kacau iki kacau.”

Mas Kus       : “Ngene Kal, anggap saja bahwa penelitian sampai ketemu terbentuknya asam amino dan lain-lain itu adalah tahap sampai ketemunya transistor atau resistor atau bahkan sampai ke hardware jadi satu ke cashing smartphone.”

Mas Kus       : “Lalu kenapa simpulan diambil dengan bahwa transistor, resistor, microchip terbentuk dengan sendirinya, kemudian bertemu membentuk mainboard hingga membentuk hardware sampai ke cashing.”

Akal            : “Iya! Kenapa simpulan diambil dengan melupakan jasa insiyur dibalik semua itu. Kenapa peran insiyur dihilangkan dan dilekatkan pada obyek benda-benda itu?”

Mas Kus       : “Lalu smartphone tadi tiba-tiba saja hidup. Lagi-lagi peran insiyur yang menanamkan android atau semacamnya dihilangkan.”

Akal            : “Pada kenyataannya, sebelum smartphone ada handphone, sebelum handphone ada radio. Kenapa simpulan bahwa itu semua ada dengan sendirinya dan berubah dengan sendirinya. Lagi-lagi insiyur ditiadakan.”

Mas Kus       : “Hanya karena penelitinya datang belakang, dan sistem sudah berjalan, lalu menarik kesimpulan bahwa benda itu bergerak dengan sendirinya dan  menempatkan bahwa subyek sekaligus obyek.”

Mas Kus       : “Dengan begitu menjadi kacau dan rancau. Padahal barang yang diteliti itu adalah benda mati”

Menganggap bahwa benda mati itu bisa bergerak sendiri.

Menganggap bahwa benda mati mempunyai kehendak.

Menganggap bahwa benda mati itu berubah sendiri atau merubah dirinya sendiri bahkan sampai meledakkan dirinya sendiri dan berubah menjadi sesuatu yang baru.

Pada kenyataannya yang bergerak adalah yang hidup.

Pada kenyataannya yang berkehendak adalah yang hidup.

Pada kenyataanya yang hidup melakukan perubahan pada benda-benda mati di sekitarnya menghancurkan, memadukan dan membentuk kembali sesuatu yang baru.

Akal            : “Mengapa tidak timbul pertanyaan apa sesuatu yang hidup itu? Yang memulai semuanya untuk bergerak? Yang berkehendak membuat semuanya ada?”

Mas Kus       : “Itu semua terasa benar, dan selesai atau tuntas di situ. Padahal masih ada sesuatu dibalik itu semua.”

Akal            : “Atau dipaksa benar Mas Kus, atau terus diulang-ulang sehingga terasa benar!”

Mas Kus       : “Bisa jadi seperti itu Kal. Bisa juga karena kita belajarnya hanya sebagian-sebagian saja.”

Mas Kus       : “Kita belajar fisika hanya sebatas fisik saja tanpa ada kaitanya dengan biologi atau kimia, atau belajar matematika hanya sebatas hitung-hitungan saja.”

Akal            : “Jadi kebenarannya hanya sebagian-sebagian saja.”

Mas Kus       : “ho’oh.”

Akal            : “Lalu apa jawaban atas sesuatu yang hidup, yang ada sebelum semua ada, yang mengerakkan semua, yang meletakan semua itu ditempatnya masing-masing, yang menjaganya tetap seperti itu?”

Mas Kus       : “Karena itu kita tidak boleh belajar itu sebagian-sebagian Kal. Janganlah belajar tentang dunia ini dan menganggapnya tidak ada kaitannya dengan agama, jangan pula belajar agama tapi tidak mau mengenali tentang dunia ini padahal kita hidup di dunia.”

Akal            : “Efeke piye Mas Kus?”

Mas Kus       : “Yang belajar dunia saja menganggap bahwa agama itu hayalan saja, yang belajar agama saja menganggap yang lain tertipu oleh dunia ini tetapi dia sendiri tidak bisa menjelaskan bagaimana fenomena di dunia ini terjadi.”

Akal            : “Padahal keduanya harus saling melengkapi. Tidak sempurna jika hanya salah satu saja.”

Mas Kus       : “Betul! Membaca atau menghafal petunjuk dalam arti belajar agama saja tanpa mau mengenali alat dan bahan praktik dalam arti dunia dan isinya, kita akan sedikit kesulitan dalam merangkainya. Ada sesuatu yang tidak pas ketika dirangkai.”

Mas Kus       : “Belajar dunia saja dan menganggap tidak ada kaitanya dengan agama, seperti merangkai alat dan bahan tanpa mengunakan petunjuk. Yang ada adalah merangkai sesuatu alat dan bahan dipaksakan.”

Akal            : “Yang belajar dunia saja telah berhayal bahwa benda-benda mati itu bisa bergerak sendiri dan berkehendak.”

Mas Kus       : “Yang belajar agama saja bertahan pada dalil yang menunjukkan hasil akhir, tanpa mau menjelaskan prosesnya. Padahal dengan mengetahui prosesnya maka sempurna imannya, sempurna pujian.”

Mas Kus       : “Dan jawaban atas sesuatu yang hidup dan memulai segala sesuatu itu adalah TUHAN.”

Mas Kus       : “Dialah tuhan Allah subhanahu wa ta’ala. Yang hidup dan tetap hidup. Yang memulai segala sesuatu di alam semesta ini dan tetap ada setelah segala sesuati di alam semesta ini Dia akhiri.”

Akal             : “Dialah subyek atas benda-benda mati itu semua, matahari, planet, bumi, metana, air, udara, hydrogen dan lain semuanya.”

Mas Kus       : “Dialah Allah subhanahu wa ta’ala yang telah mengenalkan diriNya sendiri kepada para nabi dan rasulNya. Layaknya insiyur atau programmer yang menuliskan kode ke android untuk mengenalinya. Dimana insiyur itu diluar jangkauan andrid itu sendiri.”

Akal             : “Ya, tuhan itu ada dan nyata. Tuhanlah yang meniupkan Ruh kepada benda-benda mati setelah lengkap rangkainnya seperti insiyur yang menamkan androin ke smartphone setelah lengkap mainboard lcd baterai dan touchscreen.”

Mas Kus     : "Hanya yang hiduplah yang bisa menghidupkan atau mematikan."

Mas Kus     : "Dialah Allah yang Maha Berkuasa Atas Segala Sesuatu, yang awal memulainya dan yang akhir mengakhirinya."



Rabu, 06 Januari 2021

Balada : Menemani Akal, Akal mencari tuhan #1

 

Mas Kus       : “Hpmu baru Kal!”

Akal            : “Ini smartphone Mas!”

Mas Kus       : “Ada yang seperti itu to? Pinter mana sama kamu?”

Akal            : “Jelas pinter aku lah mas.”

Mas Kus       : “Kok ngono?”

Akal            : “Ya Hp ini ada karena aku Mas!”

Mas Kus       : “Hmm gitu ya, Hp ada bukti bahwa kamu ada “eksis” ngono yo?”

Akal            : “Nah itu Mas Kus pinter!”

Mas Kus       : “Lah ojo ngono, wes gek ndang ngomong njaluk bakso opo kopi.”

Mas Kus       : “Kal, apakah mungkin smartphone bisa ada begitu saja?”

Akal            : “Maksudnya, tiba-tiba ada tanpa melalui proses gitu Mas?”

Mas Kus       : “Ho’oh!”

Akal            : “Ya jelas ndak mungkin lah Mas!”

Akal            : “Itu bahan bakunya saja harus kita tambang dulu dari dalam bumi, belum lagi kita pisahkan untuk dimurnikan, lagi kita bentuk sesuai keinginan kita, kita desain dulu.”

Mas Kus       : “Baru bisa dipakai?”

Akal            : “Kita isi dulu dengan operating sistem!”

Mas Kus       : “Android?”

Akal            : “Salah satunya.”

Mas Kus       : “Jadi tidak mungkin ya, bahan logam itu dari batu / pasir jalan sendiri jadi logam murni, lalu membentuk dirinya sendiri jadi transistor, resistor, baterai, dll. Dari minyak bumi di kedalaman perut bumi, harus disedot dipisahkan diambil polimer, jadi biji plastic, terus dicetak dadi chasing yo!”

Akal            : “Betul”

Mas Kus       : “Jadi smartphone, tadi pasti ada yang membuatnya ya!”

Akal            : “Ya, manusia dengan akalnya!”

Mas Kus       : “Seperti itu manusia bisa dikatakan pencipta atau penemu Kal!”

Akal            : “Yang lebih tepatnya adalah penemu, karena logam dalam bentuk biji logam atau pun bahan yang lain sudah ada di bumi ini, manusia hanya menemukannya dan memurnikannya kemudian diubah dan dimanimuplasi untuk bahan tadi bekerja sesuai dengan keinginannya.”

Akal            : “Pencipta hanya untuk sesuatu yang meng-ada-kan bahan baku itu semua.”

Mas Kus       : “Jadi Sang Pencipta itu benar-benar ada?”

Akal            : “Ya!”

Mas Kus       : “Dari siklus logamnya, dari batu / pasir / tanah, lalu dimurnikan jadi biji logam, lalu dijadikan resistor, transistor, mikrocip, kemudian dirangkai menjadi smartphone, smartphone rusak dibuang karaten kembali ke tanah.”

Akal            : “Tidak ada dalam siklus itu menjadi manusia dengan akalnya. Tapi manusia terlibat di semua tahap perubahannya.”

Mas Kus       : “Iya, tidak mungkin melihat pencipta masuk dalam siklus ciptaanya. Analoginya ngono Kal!”

Mas Kus       : “Tapi sang pencipta terlibat disemua proses itu dan tidak terlihat di situ atau menjadi bagian dari siklus itu.”

Akal            : “Dengan adanya smartphone itu menjadi bukti bahwa akal itu ada, dan jika kita mau jujur bahwa akal itu tidak bisa digambar, didengar, dicium, diraba atupun dirasa.”

Mas Kus       : “Dan smartphone, menjadi bukti bahwa akal itu ada adalah benar. Tetapi smartphone bukanlah gambar atau wujud dari akal. Hanya sebagai bukti bahwa akal itu ada. Karena sebelum smartphone sudah ada rumah, jembatan, jalan, pesawat, komputer dan tidak ada satupun yang merupakan wujud dari akal. Hanya bukti bahwa akal itu ada.”

Akal            : “Seperti itulah Tuhan Sang Pencipta. Bumi, bulan, matahari, bintang-bintang, komet, meteor, planet, galaksi, cluster, dan seterusnya adalah bukti bahwa sang pencipta itu ada. Dan jangan pernah berharap menemukan sang pencipta masuk ke dalam siklus dari ciptaanya.”

Ya Allah aku mohon kepadaMu

Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden Kuswanto Raden...