Akal : “Mas Kus, tuhan sudah jelas ada. Kemudian kemana kita harus mencarinya?”
Mas Kus : “Kenapa harus dicari Kal? Bukankah
sudah banyak pilihan akan tuhan di sekitar kita.”
Akal : “Lalu Bagaimana kita tahu jika
tuhan pilihan kita itu adalah tuhan yang benar?”
Mas Kus : “Ya, kita harus mengujinya?”
Akal : “Mengujinya? Memang tidak apa-apa
Mas? Tidak kuwalat gitu?”
Mas Kus : “Tentu saja tidak apa-apa. Tuhan yang
sesungguhnya akan sangat senang jika kita melakukannya.”
Akal : “?!,?!,?!”
Mas Kus : “Kenapa kamu tidak langsung memilih
saja?”
Akal : “Dari mana kita harus mulai
memilih?”
Mas Kus : “Ya, yang tampak oleh mata kita!”
Akal : “Ok, jika tuhan itu berwujud
manusia, bagaimana cara kita mengujinya?”
Mas Kus : “Mudah saja, bawakan dia 3 potong es
krim.”
Mas Kus : “Berikan satu es krim ke tangan kanan,
satu es krim ke tangan kiri, lalu bagimana dia akan memegang satu es krim yang
lain?”
Akal : “Ya, dengan kekuatan
supranaturalnya dong Mas.”
Mas Kus : “Ah, kamu berhayal Kal. Di dunia
hayalan semuanya menjadi mungkin.”
Akal : “Lalu?”
Mas Kus : “Lalu dimanakah tuhan yang berwujud
manusia itu sekarang?”
Akal : “Di Surga!”
Mas Kus : “Dulu pernah ada di sini, di dunia
ini?”
Akal : “Iya, dulu pernah!”
Mas Kus : “Bukankah itu berarti Dia telah terikat
oleh waktu?”
Mas Kus : “Tuhan yang sebenarnya seharusnya tidak
terikat oleh waktu dan tidak terjebak dalam ruang atau jasad.”
Mas Kus : “Lalu bagaimana wujud tuhan jika
sebelum manusia ada atau diciptakan?”
Akal : “Hmm, betul. Manusia pernah belum
ada. Tuhan yang sebenarnya harusnya tetap ada.”
Akal : “Bagaimana jika tuhan itu
berwujud binatang mitologi Mas? Misalnya berwujud naga atau hewan atau
sebagainya.”
Mas Kus : “Seharusnya sudah tidak bisa dituhankan
jika dia terikat waktu dan terjebak ruang, serta pernah tidak ada.”
Mas Kus : “Bagaimana binatang bisa dianggap tuhan
yang menciptakan manusia yang bisa berbicara, berkehendak dan mencipta sesuatu,
sedang dia sendiri tidak bisa berbicara?”
Mas Kus : “Bagaimana caranya dia mengajarkan
manusia bicara sedangkan dia sendiri tidak bisa berbicara?”
Akal : “Bagaimana dengan yang berwujud
matahari, bulan dan bintang?”
Mas Kus : “Walaupun matahari sebenarnya sangat
besar, tapi tetap yang tampak oleh mata kita hanya sebesar bola voli.”
Mas Kus : “Bagaimana matahari menguasai malam,
sedangkan dia tidak pernah tampak di waktu malam.”
Mas Kus : “Begitu juga dengan bulan!”
Mas Kus : “Sudah tentu bintang-bintang juga
terlalu kecil bisa dikatakan bisa menguasai kehidupan atau terlibat dengan
segala urusan kehidupan.”
Akal : “Lalu, bagaimanakah wujud tuhan
yang sebenarnya?”
Mas Kus : “Jika yang kamu maksud adalah seperti
sesuatu benda yang ada di bumi atau bahkan di alam semesta, maka tidak ada
satupun yang dapat menyerupaiNya.”
Akal : “Bagaimana jika berwujud api?”
Mas Kus : “Kita tahu api keberadaanya tergantung
pada zat yang lain.”
Mas Kus : “Api tergantung pada benda padat yang
bisa ia bakar, jika benda padat itu habis menjadi abu api itu akan hilang.”
Mas Kus : “Api tergantung pada benda cair minyak,
alkohol dan sebagainya, jika minyak itu habis ia juga akan hilang.”
Mas Kus : “Sama juga dengan benda gas, bagaimana
kehidupan ini digantungkan pada sesuatu yaitu api yang ia sendiri masih
tergantung pada benda lain?”
Akal : “Maka tidak ada benda atau zat
yang dapat mewakili wujud dari tuhan.”
Mas Kus : “Betul, tidak ada pilihan lain akan
tuhan. Hanya Dialah Allah subhanahu wa ta’ala tuhan yang sebenar-benarnya
tuhan. Dan tiada tuhan selain Allah.”
Akal : “Kenapa Allah itu harus gaib sih
Mas?”
Mas Kus : “Mengapa kamu tanya seperti itu?”
Akal : “Supaya yakin!”
Mas Kus : “Jika “akal” itu tampak dan tidak gaib,
tentu tidak mengenakkan.”
Akal : “Hahaha…!”
Mas Kus : “Jika kita ditampakkan dengan kutu yang
ada di kulit kita, keluar masuk melalui pori-pori. Kluget-kluget seperti ulat,
dengan bulu-bulu yang menyeramkan dan gigi-gigi yang tajam.”
Mas Kus : “Apakah dengan itu kita masih bisa
menyebut hidup ini indah, masihkah kita mengagumi pemandangan laut, gunung,
hutan, safana?”
Mas Kus : “Adanya batas jangkuan indera kita
membuat hidup kita lebih enak dan nyaman. Jika ditampakan bakteri yang
berterbangan di udara tentu kita akan sulit untuk pergi atau menikmati
jalan-jalan di luar ruangan.”
Akal : “Iya juga sih.”
Mas Kus : “Jika tuhan itu tampak, kita tidak akan
pernah bisa menikmati hidup ini.”
Mas Kus : “Dan “akal” itu tidak perlu terlihat
oleh mata untuk “yakin” bahwa akal itu ada.”
Akal : “Jadi, tidak ada sesuatu apapun
benda atau zat di dunia ini atau semesta ini yang dapat mewakili tuhan.”
Akal : “Tidak ada gambar atau perwujudan
apapun yang dapat menggambarkan atau mengilustrasikan tuhan.”
Akal : “ Karena jika sampai itu bisa
digambarkan berarti tuhan terbatas.”
Mas Kus : “Betul, karena tuhan yang sebenarnya
tak terbatas.”
Akal : “Semua benda atau zat di dunia
ini dan alam semesta ini tidak bisa dituhankan, karena semua itu hanyalah
ciptaan atau mahluk.”
Akal : “Semua itu hanyalah tanda bahwa
tuhan itu ada, dan besarnya jagat raya menunjukan maha besarnya tuhan itu. Karena
jagat raya yang teramati saat ini adalah hanya sampai batas itu saja pengamatan
kita saat ini.”
Mas Kus : “Betul, seperti manusia membuat
barang-barang, sepeda, mobil, baju, radio, tv, smartphone, dan seterusnya. Semua
benda-benda itu tidak ada satupun yang bisa menggambarkan bentuk dari “akal”,
tapi semua itu adalah bukti bahwa “akal” itu ada.”
Akal : “Ok, cukup Mas Kus!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar