berikut saya mencoba memahami maksud dibalik angka-angka. saya mulai dengan angka dasar satu sampai sepuluh. silahkan disimak.
Angka 1 (satu)
Angka
satu ditulis atau digambarkan dengan satu garis lurus dari atas ke bawah (1),
sama dengan penulisan atau penggambaran huruf alif (ﺍ).
Angka
satu ataupun huruf alif sama-sama melambangkan Allah subhanahu wa ta’ala (Allah
yang maha suci lagi maha tinggi) karena itu digambarkan dengan garis lurus
dari atas ke bawah, hal ini mengisyaratkan Allah yang Maha Berdiri Sendiri (mandiri) sesuai Asma-Nya
Al Qayyum (Maha Berdiri Sendiri),
Dialah Allah yang Maha Tunggal (Al
Wahiid) dan Allah Maha Satu (Al Ahad).
Juga Dialah Allah yang Maha Tinggi (Al
Aliyu)
Angka
satu adalah permulaan, sama dengan asma Allah
Al Awwalu (Maha Awal) dan inilah keistimewaan angka satu. Dia tidak bisa
disusun dari angka lain, atau dibuat dari bilangan lain. Tetapi angka satulah
yang menyusun bilangan (angka) lain. Karena itulah angka satu mempunyai sifat
sang pencipta, Al Kholiq (Allah sang Maha
Pencipta).
Allah
subhanahu wa ta’ala menciptakan mahlukNya semuanya
berpasang-pasangan, oleh karena itu setelah angka satu maka selanjutnya adalah
angka dua.
Angka 2 (dua)
Angka
2 adalah lambang dari “mahluk ciptaan Allah” yang berpasang-pasangan untuk
saling melengkapi.
“Interupsi-interupsi!”
“Maaf
Mas Kus! Angka 2 kan bisa diperoleh dengan 1+1=2. Apakah itu berarti Allah menciptakan
dirinya sendiri sehingga menjadi 2? Atau Allah membagi dirinya sendiri menjadi
dua?”
“Sek yo le, ojo nyelat lek enek
wong ngomong. Gorong wayahe kowe tak warahi tambah-tambahan utowo bagi-bagian.
Manengo urutane kuwi seng bener “ping poro lan sudo”. Engko yen wes wayahe tak
warahi, mung sak iki rungokno ae nganti mari.”
Alih bahasanya kira-kira seperti
ini:
“Bentar
dulu dek, jangan memotong orang bicara. Belum waktunya kamu belajar penjumlahan
atau pembagian. Lagian urutan yang benar itu “perkalian, pembagian, penjumlahan
dan pengurangan”. Nanti jika sudah saatnya akan aku ajarkan, hanya sekarang dengarkan
sampai selesai.”
Saya
ulangi, angka 2 (dua) melambangan ciptaan Allah yang berpasang-pasangan dan
saling melengkapi. misalnya
Terang
– Gelap Putih
– Hitam
Asam
– Pahit Lunak
– Keras
Harum
– Busuk Wangi
– Bau
Ramai
– Sunyi Lantang – Merdu
Kasar
– Halus/Lembut Panas – Dingin
dan
masih banyak lagi, setidaknya itu sudah mewakili.
Dari
sini kita bisa melihat bahwa hasil penciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar berbeda dengan Allah itu
sendiri. Dan inilah hukum Allah Subhanahu
wa Ta’ala itu, bahwa mahluknya
(ciptaanya) sangatlah berbeda. Ada batas yang jelas antara mahluk dan Sang
Pencipta. Ada hukum Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang berlaku atas mahluknya.
Setiap mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala pasti tunduk pada hukum itu. Dan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
berpasang-pasangan itu terus menerus saling berganti, membuat siklus perputaran
yang melibatkan tiga kelompok besar.
“Sebentar-sebentar,
apakah saya baru menyebutkan angka 3?” berarti sudah saatnya kita ke angka
selanjutnya.
Angka
3 (tiga)
Selanjutnya
kita bisa tahu tiga kelompok besar mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, tiga kelompok
besar yang saya maksud itu bentuk padat,
cair dan gas.
Padat adalah bentuk fisik benda yang
keras pejal kebanyakan bentuknya tetap dan mengambil ruang. Maka hal ini
mewakili asma Allah Al Qowiyyu (Allah
Maha Kuat), Al Matiin (Allah Maha
Kokoh) karena itu kita menggunakan benda padat untuk melindungi ataupun
membungkus sesuatu biar aman. Juga mewakili asma Allah Al Baari (Yang Maha Melepaskan (membuat membentuk
menyeimbangkan)).
Cair merupakan bentuk benda yang
menyesuaikan dengan tempatnya (fleksibel) dan diperlukan wadah (padat) untuk menampungnya. Dan asma Allah Al Lathiif (Allah yang Maha Lembut)
yang paling pas menggambarkan sifat benda cair ini menurut saya.
Gas adalah wujud dari benda yang
tidak terlihat oleh mata kita karena terlalu kecil partikelnya. Gas juga bentuk benda yang menempati
semua ruang yang ada. Asma Allah Al
Baathin (yang Maha Gaib) yang paling pas untuk menggambarkan sifat benda
gas ini menurut saya.
Tiga
bentuk padat, cair, dan gas saling
berinteraksi dan saling melengkapi membuat siklus. Siklus ini dipicu oleh
panas. Panas membantu terbentuk sebuah siklus perubahan. Jadi siklus ini
terdiri dari empat unsur padat, cair, dan gas, ditambah panas sebagai pemicu proses perubahan.
Salah satu sumber panas itu adalah api. Dalam
pembahasan angka selanjutnya yaitu angka empat akan kita ambil contoh dari tiga
bentuk umum benda ditambah dengan api.
Angka
4 (empat)
Dari
angka tiga yang terdiri dari bentuk zat padat, cair, dan gas, membentuk suatu
siklus yang dipengaruhi oleh panas. Kita ambil contoh sebagai wakil dari zat
terserbut. Tanah mewakili bentuk padat, air mewakili bentuk cair,
udara mewakili bentuk gas, dan api sebagai sumber panas.
Tanah, ya tanah! Ada banyak unsur
padatan dalam tanah. Ada banyak materi padat yang tercampur dalam tanah. Dan
saya tidak bisa menjelaskan lebih dalam tentang tanah. Saya rasa kamu sudah
tahulah, atau lebih tahu. Tanah tempat kita dan mahluk Allah Subhanahu wa Ta’ala (hewan dan tumbuhan darat) berpijak dan
berinteraksi. “Wes ngerti dewe lah.”
Air, juga benda yang umum ada
disekitar kita seperti tanah. Semua mahluk butuh air dengan kadar yang
berbeda-beda. Bahkan bumi sebagian besar terdiri dari air. Mahluk hidup dalam
air juga sangat banyak. Ada banyak unsur yang larut dalam air. Ada air tawar dan air asin, yang membedakannya adalah banyak tidaknya unsur garamnya.
“Wes ngono ae yo!”
Udara, semilirnya angin bisa kita lihat
dengan bergoyangnya daun-daun, atau rasa sejuk yang menerpa tubuh kita. Yaitu
adalah udara yang bergerak. Layaknya air dan tanah di dalam udara juga terdapat
banyak unsur penyusunnya. Bila kita belajar ilmu alam, kita akan banyak tahu
tentang tanah, air, dan udara.
Mungkin lain waktu ada teman yang bisa membantu saya menjelaskan tentang tanah, air dan udara. “Tunggu ya! Semoga
teman kita itu datang. Hahahha”
Api, adalah sumber panas yang kita
gunakan untuk memanipulasi proses alam. Sebelum manusia datang, Allah Subhanahu wa Ta’ala, telah menciptakan matahari sebuah benda yang
terbakar (kita sebut bintang) sebagai
sumber panas untuk memicu terjadinya siklus Tanah, Air, dan udara bagi
kehidupan mahluk. Kemudian manusia datang dan mampu membuat api sebagai sumber
panas untuk memanipulasi benda alam untuk kepentingan hidupnya. Dan Api ini belum bisa ditentukan unsurnya (menurut
keterangan yang sampai saat ini saya ketahui). Karena itu saya percaya bahwa
api memang zat tersendiri yang dibawa langsung dari neraka. Maksudnya api adalah mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang khas yang bisa mengeluarkan / memancarkan
panas.
Angka
5 (lima)
Sekarang
kita beralih ke angka lima (5), dan hal yang paling pas mewakili angka lima
adalah indra kita yang terdiri dari lima indra atau bisa kita kenal adalah
panca indra. Panca indra yang terdiri dari indra penglihatan, indra perasa,
indra pencium, indra pendengaran, dan indra peraba. Panca indra ini adalah
kemampuan asli milik Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan diberikan atau dianugrakan kepada mahluknya sehingga mahluknya
dapat mengenali hukum Allah Subhanahu wa
Ta’ala tentang penciptaan yang
berpasang-pasangan, mengenali benda dan siklusnya. Mari kita bahas kelima indra
tersebut.
Indra Penglihatan / Melihat yang berwujud mata,
dengan mata kita bisa mengenal terang
dan gelap, dimana terang berarti
kita bisa melihat adanya cahaya, dan gelap
berarti cahaya hilang atau
berkurang intenitasnya sehingga
mata tidak mampu melihat / berkurang daya melihatnya. Dengan mata kita juga
bisa membedakan antara putih dan hitam, serta masih ditambahkan lagi
kita bisa membedakan jutaan warna (katanya sih gitu) sehingga bisa melihat
indahnya dunia.
Indra Perasa / Merasa yang ada di lidah, sehingga kita
bisa merasakan rasa Asam dan Pahit, asam dan pahit adalah pasangan
yang saling melengkapi. Ketika sesuatu terasa terlalu asam makan untuk menetralkan
rasanya kita tambahkan sesuatu yang pahit dan juga sebaliknya. Asam cenderung
melunakan sedangkan yang pahit cenderung mengeraskan. Selain itu lidah
dilengkapi bisa merasakan rasa manis dan asin, dimana penggabungan keduanya
ada rasa gurih. Kemudian tanpa semuanya rasanya hambar.
Indra penciuman / Mencium dengan hidung, kita
bisa tahu sesuatu beraroma harum dan
sesuatu berbau busuk. Dengan hidung
kita bisa membedakan antara wangi dan
bau. Aroma harum atau wangi ada banyak jenis, harumnya ikan laut yang digoreng
atau terasi sudah pasti berbeda. Atau wanginya bunga dengan wanginya bawang
goreng tentulah berbeda. Begitu juga dengan bau busuk, bau busuknya bangkai
cicak berbeda dengan bau busuknya kentut kita. Antara kentut yang satu dan yang
lain saja berbeda kok. Hahahahaha!
Indra Pendengaran / Mendengar menggunakan telinga,
sehingga kita bisa membedakan bunyi-bunyian yang ramai atau sesuatu yang sunyi
sepi. Kita juga bisa membedakan suara yang lantang memekakan atau lagu yang
merdu mendayu-dayu.
Indra Peraba / Meraba dengan tangan atau kulit. Kita
bisa membedakan sesuatu yang kasar dan sesuatu yang halus atau lembut. Dengan
meraba kita bisa tahu sesuatu itu panas atau dingin.
Maka
dengan Panca Indra kita bisa melihat
sesuatu, misalnya ada benda penuh warna, putih, hitam, merah, biru kuning, lalu
kita mencoba menyentuhnya atau meraba dan ternyata benda itu lembut dan kenyal.
Kemudian karena kita sentuh maka benda itu bergoyang sehingga terdengar bunyi
mendesah merdu. Karena penasaran kita cium aromanya aduhai harum dan hasrat ini
memuncak untuk segera memakan sesuatu itu, sejurus kemudian sampailah ke lidah
kita, alangkah pahitnya rasanya. Hahahahaha! Bercanda dikit. Biasanya yang
seperti itu rasanya manis, kadang-kadang gurih dan hampir mustahil pahit. Ya
kecuali orang iseng hehehe.
Dan
jangan pernah menganggap bahwa melihat itu harus dengan mata, mendengar itu
pasti pakai telinga, atau merasa itu dengan lidah dan seterusnya. Jangan pernah
membayangkan bahwa Allah Subhanahu wa
Ta’ala itu melihat dengan mata
layaknya mata kita, atau Allah Subhanahu
wa Ta’ala itu mendengar dengan
telingga yang sama dengan telinga kita. Allah
Subhanahu wa Ta’ala bisa memberikan
kemampuan melihat, mendengar, merasa, meraba dan mencium tanpa memberi
mahluknya itu mata, telinga, kulit, tangan, dan hidung.
Angka
6 (enam)
Angka
enam (6) itu menunjukkan waktu atau masa.
Dari ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
yang berpasang-pasangan terbentuklah
suatu siklus, kemudian terjadi siklus yang silih berganti maka timbulah waktu atau masa karena efek atau
akibat
dari silih berganti. Ketika Allah
Subhanahu wa Ta’ala memutuskan untuk membuat bumi langit dan seisinya dalam
enam waktu atau enam masa, maka mulai saat itulah waktu atau masa itu berlaku.
Waktu
atau masa merupakan sebuah ketetapan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, Al Hakam (Allah
yang Maha Menetapkan), Allah sendiri berada di luar konsep waktu (lihat kembali
angka dua) yang artinya Allah itu Maha Kekal (Al Baaqii). Maka semua yang ada
di atas bumi dan kolong langit terkena dampak dari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu hukum berpasang-pasangan, hukum
sebab akibat, dan pastinya terkena siklus waktu atau berhentinya waktu.
Dalam
enam masa penciptaan bumi langit dan seisinya, bukan berarti Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mampu
atau tidak kuasa membuatnya sekejap saja atau satu masa saja, akan tetapi ada
maksud supaya ciptaanNya bisa mengenali Tuhannya, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena ada batas yang sangat jelas
antara pencipta dengan mahluknya. Dan selama siklus berpasang-pasangan terus
terjadi (siang dan malam) sebagai penanda waktu, maka tidak ada mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa hidup
kekal, karena pasti akan terkena dampaknya kemudian berganti peran.
Waktu
atau masa layaknya sebuah spiral yang panjang, jika kita menemui pagi hari ini, maka pagi yang kita
dapati sekarang adalah pagi yang
berbeda dengan pagi yang kemarin, begitu pula dengan pagi esok hari. Pagi yang sekarang adalah titik
yang ada di depan pagi kemarin, pagi
yang sekarang adalah titik yang
ada di belakang pagi esok. Walaupun pagi
yang sekarang kita dapati sama persis dengan pagi kemarin. Oleh karena itu waktu
yang telah berlalu atau waktu yang sudah kita tinggalkan tidak bisa kita
ambil kembali. Karena kita tidak mempunyai kemampuan atau kuasa untuk memutar
balik siklusnya. Dan tidak ada mahluk ciptaan Allah yang bisa memutar balik
siang menjadi malam dengan mengundurkannya (malam-petang-sore-siang-pagi-fajar-malam,
akan selalu berjalan malam-fajar-pagi-siang-sore-petang-malam).
Angka
7 (tujuh)
Ketika
penciptaan bumi langit dan seisinya dalam enam masa, juga telah ditetapkan
bahwa langit itu terdiri dari tujuh tingkat, sebagai bagian dari efek
aksi-reaksi selama enam masa. Seperti yang diterangkan oleh utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu
Rasulullah Muhammad Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam, dalam perjalanan isra dan
mi’raj. Di sini saya tidak menceritakan perjalanan isra dan
mi’raj Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam, maka silahkan membaca cerita isra dan mi’raj dari sumber lain.
Tetapi saya akan mengambil sedikit poin untuk diulas dari perjalanan itu.
Yang
pertama kita bisa tahu jika langit itu ada tujuh tingkat. Di setiap tingkatnya
ada pintu masuk dan keluarnya, dan dijaga oleh malaikat penjaga. Untuk keluar
ataupun masuk harus ada surat ijinnya tidak terkecuali Malaikat Jibril alaihi salam.
Yang
kedua, langit yang kita lihat dengan hiasan bintang-bintang, galaxy-galaxy dan
cluster-cluster adalah langit pertama.
Dan besarnya langit pertama ini belum mampu dilihat oleh alat/teleskop saat ini
yang telah dibuat, tetapi Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam memberikan perbandingannya jika bumi ini seperti cincin,
maka langit pertama itu luasnya adalah seperti padang pasir.
Yang
ketiga, jika kita mampu terbang melintasi langit pertama sehingga kita sampai
di tepi langit ini. Maka kita tidak akan bisa masuk ke langit kedua karena kita
tidak membawa surat ijin masuk atau kita tidak punya passwordnya. Mencoba
menembusnya adalah hal yang sia-sia, mencari pintu masuknya saja adalah hal
yang mungkin mustahil.
Dengan adanya langit kita bisa tahu ada tinggi ada
rendah. Dan dengan 7 lapis langit dan juga ada pula 7 lapisan bumi diabadikan
dalam siklus ada tujuh hari dalam seminggu. Minggu pertama mewakili bumi minggu
kedua mewakili langit dan minggu ketiga kembali mewakili bumi dan seterusnya. Iki mek jareku ae, mbok anggep serius yo
sokor!
Angka
8 (delapan)
Angka
Delapan adalah kegenapan atau kelengkapan penciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maksudnya adalah telah lengkap
pencipataan bumi dengan mahluk hidup dan juga semua penyokong kehidupan. Telah
ada Malaikat, Jin, Hewan, dan Tumbuhan dan juga mahluk penyokong kehidupan yaitu Tanah, Air, Gas (Udara) serta Api (Matahari).
Telah
lengkap bumi dengan segala hiasan-hiasannya, Matahari, Bulan, Bintang, Planet,
Meteor, Komet, Galaksi dan cluster-clusternya. Telah sempurna juga siklus
kehidupan yang ada di Bumi ini, siklus air, siklus udara, siklus tanah, dan
siklus kehidupannya dengan rantai makanannya.
Semuanya
sudah ada, sudah genap atau sudah lengkap bagi Bumi untuk menjadi tempat
tinggal penghuni terakhir yang akan mengenali dan mengenalkan bumi dan segala
isinya beserta hiasan-hiasannya. Dan mahluk terakhir itu
adalah mahluk yang dinamakannya sebagai manusia.
Angka
9 (sembilan)
Angka
sembilan melambangkan Manusia.
Manusia adalah alasan dimana diciptakan bumi dengan seisinya beserta
hiasan-hiasannya. Manusia dibekali dengan lima indra yang berfungsi untuk
mengenali ciptaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang berpasang-pasangan, supaya tahu bentuk-bentuk zat dan memanipulasinya
untuk keperluannya.
Manusia
juga diberi sebagian dari kekuasaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala yaitu Rasa,
Karsa, Daya dan Cipta untuk mendukungnya sebagai mahluk Allah yang terakhir dan
yang paling sempurna. Akan tetapi dibalik itu Allah juga akan menunjukan kepada
ciptaanNya yang sudah ada, bahwa akan berbahayanya keempat kemampuan itu.
Rasa
adalah kemampuan mengenali sekaligus menangkap perubahan yang diterima melalui
indra, kemudian dengan mengenali timbulah Karsa atau kehendak untuk melakukan
perubahan ataupun perlawan, didukung dengan mempunyai Daya atau kekuatan untuk
melakukan kehendaknya itu hingga terjadilah Cipta atau wujud dari kehendak itu
atau sesuatu yang baru dari kehendak. Tetapi semua itu hanya
akan terjadi atas iziNya saja. Itu jika kamu mengetahui dan menyadarinya. Lho, yo kan! Jek rung sadarkan? Rung eroh
pisan!
Angka
10 (sepuluh)
Angka
sepuluh ditulis dengan satu dan nol, atau jika kita kembalikan ke tulisan angka
arab ditulis dengan satu dan titik. Kemudian kita menyusun angka satu sampai
angka sepuluh menurut kaidah tangan kanan atau berlawanan arah jarum jam atau
sesuai dengan tawaf orang di Masjidil Haram, maka akan kita dapati urutan angka
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 akan kita dapati / kita baca 0 kemudian 1.
Ini bermakna bahwa semua akan mati dan kembali ke yang satu yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Makna mati
ini sesuai dengan makna tanda titik dalam penulisan arab yang berarti berhenti
atau mati.
Jadi
makna dari angka Nol itu adalah Mati atau Kematian. Berikut adalah
bukti bahwa angka nol itu bermakna mati/kematian.
20 = 1, 30 = 1, 40
= 1, N0 = 1
Jika
kita baca hukum pemangkatan dengan pangkat itu sama dengan status, kita anggap
2,3,4,N adalah mahluk Allah Subhanahu wa
Ta’ala akan kita dapati sebagai berikut
“Semua
mahluk
yang status/pangkatnya dinyatakan mati maka Ia akan kembali ke Allah Subhanahu wa Ta’ala” ini adalah
pembacaan yang sesuai dengan dunia nyata dimana ketika kita mendapati orang
mati maka akan dikatakan kembali ke Allah.
Contoh
2
9 (99)0 = 1
Dalam
pembahasan sebelumnya 9 itu adalah manusia atau orang, sedangkan 99 misalkan
pangkat tertinggi yang didapatkan orang tersebut, dan 0 adalah mati. Kita bisa
membaca sebagai berikut
“Setinggi
apapun pangkat yang diperoleh seseorang, akan tetapi jika sudah
dinyatakan mati maka dikatakan/sama saja kembali ke Allah Subhanahu wa Ta’ala”
Tentu akan sangat aneh jika kita memaknai Nol itu
dengan kosong atau tidak ada seperti “Orang yang pangkatnya tidak ada kembali
ke Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang
yang statusnya tidak ada kembali ke Allah Subhanahu wa
Ta’ala!” menurut yang saya rasakan aneh dan tidak masuk
logika. Rumangsaku ngono, Aneh!
Maka
dengan demikian angka sepuluh adalah fakta ataupun wujud dari firman ke Allah Subhanahu wa Ta’ala “Innalillahi wa
innailahi rojiun”.
Sampai sini saya berharap kamu sudah cukup mampu
mencerna kalimat ini “Huwal awwalu wal
akhiru”. Lihat
kembali gambar siklus itu.
Pengayaan dan Pendalaman
Setelah angka sepuluh kita tahu angka selanjutnya
adalah angka sebelas, dua belas, tiga belas dan seterusnya sampai angka dua
puluh. Selanjutnya angka dua puluh satu sampai angka tiga puluh. Dan seterusnya
terus berulang-ulang Di sini yang bisa kita lihat adalah bahwa sesungguhnya
menghidupkan dan mematikan itu adalah hal yang mudah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, membuat hal yang serupa seperti sebelum itu mudah bagi
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hidup
dan mati seperti mainan bagi Allah Subhanahu wa
Ta’ala bahkan barang yang paling dekat dengan kita
“smartphone dan computer” bekerja berdasarkan hidup dan mati yang diulang-ulang
sampai 8 kali atau 16 kali pembacaannya baru muncul satu karakter.
Allah Subhanahu wa Ta’ala itu satu
dan satu-satunya, perbedaan dengan mahluknya adalah mahluknya pasti
perpasang-pasangan atau terkena dampak dari berpasang-pasangan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan
siang dan malam berpasangan, bukan berarti Allah
Subhanahu wa Ta’ala membelah dirinya menjadi siang satu dan menjadi malam
satu kemudian digabungkan atau dipasangkan. Siang dan malam itu diciptakan dari
yang sebelumnya tidak ada menjadi ada kemudian dipasangakan dijadikan sebuah
siklus mengakibatkan munculnya waktu. Berhentinya siklus siang dan malam
membuat waktu berhenti itulah kematian. Kematian itu ada ditangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
terserah baginya menentukan siapa-siapa dari mahluknya yang siklusnya berhenti.
Jika kita melihat matahari, matahari bukanlah tuhan.
Matahari hanyalah mahluk ciptaan tuhan yang memerankan fungsi sebagai penanda
siang. Begitu pula jika kita melihat bulan, bulan hanyalah mahluk ciptaan yang
memerankan fungsi sebagai penanda malam. Matahari dan bulan juga terkena dampak
terbit dan tenggelam yang artinya dia hanya sebatas mahluk tuhan yang terkena
dampak berpasang-pasangan atau menjalankan salah satu fungsi dari
pasangan-pasangan.
Jika matahari dan bulan saja adalah mahluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka
semua yang ada di kolong langit, permukaan bumi atau di dalam bumi adalah
mahluk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingat!
Bahwa langit yang kita lihat ini hanyalah langit tingkat 1. Semua yang terkena
dampak dari siang dan malam, atau memerankan peran berpasang-pasangan adalah
mahluk. atau semua yang terjebak dalam bentuk zat padat, cair dan gas adalah
mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Siang dan malam adalah batas kurungan / sangkar besar
kita dan semua mahluk Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Kita dibatasi dalam sangkar itu, batas/sangkar
selanjutnya yang paling kecil dan mengena langsung adalah jasad kita. Kita
terjebak dalam jasad dimana ada padatan (daging dan tulang) ada cairan (darah,
enzim, dan air) ada gas (oksigen, nitrogen, karbon diaoksida) dan pembakaran
(oksidasi). Dan kita juga masih harus memerankan satu dari ciri mahluk ciptaan
yaitu berpasang-pasangan. Kita hanya diizinkan memerankan satu, laki-laki saja,
atau perempuan saja. Kita tidak bisa memerankan kedua-duanya. Dan itu semua
adalah bukti bahwa kita adalah hanya sekedar mahluk ciptaan.
Jasad kita adalah penjara / sangkar / kurungan diri
kita. Laki-laki atau perempuan adalah peran atau fungsi yang harus kita
jalankan yang menjadi kesatuan dengan jasad kita. “Jika kamu merasa terpenjara dalam
wadah yang salah, maka coba
pikirkan lagi. Aku juga seperti itu sama-sama terpenjara. Tapi sikapku adalah
menerima, lalu mencoba untuk menikmati dan setelah saya coba rasanya enak itu!
Saya terima dan saya jalankan peran itu sebaik-baiknya, jika dapat grammy award itu hanyalah hadiah saja, bisa
menikmati peran itu saja bagiku sudah hadiah yang luar biasa.
Kita sebagai manusia juga dibekali dengan lima indra
untuk bisa mengenali tanda-tanda Allah Subhanahu wa
Ta’ala melalui
hasil ciptaannya. Kemampuan indra kita juga dibatasi supaya kita bisa menikmati
ciptaannya yang lain. Misalkan mata kita hanya bisa mengenali cahaya yang
tampak saja, mata kita tidak mampu melihat cahaya sinar ultraviolet, belum lagi
sinar-X, sinar gama, Alfa, Beta, itu baru sinar yang mampu kita kenali dengan
alat bantu. Belum yang jenis sinar yang lain yang belum manusia ketahui. Itu
baru mata, belum telinga, hidung, mulut dan kulit.
Itupun baru sinar, belum lagi batas kemampuan melihat
besar kecilnya benda. Bagaimana jika mata kita mampu melihat partikel yang
sangkat kecil, apakah mungkin kita bisa tidur jika kita mampu melihat
virus-virus, bakteri melayang-layang di udara.
Kita juga dibatasi oleh waktu dalam memerankan peran
kita. Masak dalam satu episode drama hanya kamu saja yang main, gantianlah yang
lain juga pingin tampil kali.
Kita juga dibatasi oleh langit sampai tingkat tujuh,
yang mana batas langit tingkat satu saja kita belum tahu. Untuk apa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengurung
kita dengan langit yang jauhnya triliunan km tahun cahaya hanya untuk manusia
kecil yang tinggal di bumi? Adakah kemungkinan manusia bisa menggapai batas itu
layaknya burung dalam sangkar? Ataukah Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyimpan semua kemungkinan di langit-langit itu? Bagi
saya itu tidaklah terlalu penting untuk diketahui. Lek jare aku, seng penting aku nglakokne lakonku, sak isoku seng paling
apik iki cukup gawe aku!
Dan yang paling penting adalah kita juga dibekali
dengan kehendak, yang mana kehendak ini
ada dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya
kita adalah mahluk yang otonom, jika Bahasa computer sudah AI (artificial intelligent). Dengan kehendak
itu kita bebas mau apa saja di bumi Allah Subhanahu wa
Ta’ala ini.
Tidak berkurang kebesaran Allah Subhanahu wa
Ta’ala jika
kita tidak menyembahnya dan tidak pula bertambah besar pula jika kita
menyembahnya. Dan apabila dengan kehendak
kita sendiri mau menundukan diri sujud kepada
Sang Pencipta sudah pasti nilai kita jauh lebih tinggi dari para malaikat. Dan
sudah pantas kita mendapatkan reward dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Tekan kene mestine kowe wes iso njawab pitakonan kuno
“Geni lek murup pas mati mlayu neng endi?” lek gong ketemu jawabane, oleh mbok
baleni moco ping pindo opo ping telu banjur angen-angenen.
Alih Bahasa
Dari sini seharusnya kamu sudah bisa menjawab
pertanyaan orang jawa klasik “Api jika mati kemana perginya?” jika kamu belum
ketemu juga jawabannya cobalah menbaca dua atau tiga kali kemudian coba
pikirkan.