Artikel ini mungkin cukup panjang, sudah ada dalam bentuk e-book pdf, silahkan didownload pada link berikut ini atau link lainnya.
The Missing Link adalah
The missing link adalah istilah yang digunakan dalam teori evolusi untuk menjelaskan
relasi/hubungan antara individu pendahulu ke individu peralihan/perantara (the missing link ini) ke individu
terakhir atau individu modern. Karena dalam teori evolusi menganggap bahwa
mahluk sekarang ini atau individu sekarang ini berangkat dari sesuatu yang
sama, karena menerima proses yang berbeda (seleksi alam) maka yang berhasil
melewatinya, menjadi individu baru. Charles Darwin tidak secara jelas dan
terang bahwa manusia berasal dari kera (homo sapiens dan saudara homo lainnya)
hanya pada para penafsir pendapat Darwin-lah
yang beranggapan bahwa dengan begitu “manusia bisa dikatakan berasal dari kera,
sama dengan kera, kakek moyang manusia sama dengan kakek moyangnya monyet”. “Piye gelem diomongne lek mbah-buyutmu podo
karo mbahe kethek?”. Susah juga mengelak dari penafsiran seperti itu, sama
susahnya untuk tidak marah dikatain begitu. Orang yang berfikiran terbuka masih
bisa menerima dan beranggapan mungkin saja bisa begitu, orang lainnya yang cuek
“Anggepen wong gedeng, beres!”.
Kenapa the
missing link ini menjadi bermasalah? Kenapa the missing link ini menjadi
masalah besar? Itu karena Charles Darwin menduga atau beranggapan bahwa proses
terjadinya perubahan itu dengan sendirinya (seleksi alam). Jadi permasalahan
itu ada pada proses pembentukannya yaitu seleksi alam. Gimana ya menjelaskan
ini? Repot juga saya jadinya! Pakai perumpamaan saja, kita umpamakan makanan
yang bahan dasarnya ketela pohon, kita sebut Ubi. Saat ini di meja sudah ada 3
jenis makanan dengan bahan dasar ubi,
satu ubi bakar, dua ubi goreng, tiga ubi
rebus. Ubi bakar adalah ubi yang proses masaknya dibakar. Ubi goreng adalah ubi
yang proses masaknya digoreng. Ubi rebus adalah proses masaknya direbus. Yang
jadi masalah adalah Darwin mengatakan bahwa proses bakar, proses goreng, dan
proses rebus itu terjadi dengan sendirinya (seleksi alam), tidak ada koki yang
memasak dalam prosesnya. Karena proses terjadinya dengan sendirinya, maka ada
pertanyaan, untuk ubi bakar bolehlah ubi datang langsung bakar dalam bara api.
Untuk ubi goreng dan ubi rebus, sebelum digoreng dan direbus, ubi itu harus
dikuliti, karena proses terjadinya dengan sendirinya, seharusnya ada dong ubi
yang tersisa belum sempat tergoreng ataupun terebus, atau seharusnya ada dong
ubi yang terkuliti yang sebagian saja, apalagi belum sempat tergoreng atau terebus.
Atau seharusnya saat ini ada dong ubi goreng atau ubi rebus yang setengah terkuliti,
atau tergoreng dan terebus tanpa terkuliti. Ubi
yang terkuliti dan ubi yang terkuliti sebagian yang belum sempat tergoreng
ataupun terrebus adalah the missing
link, karena Darwin mengatakan prosesnya terjadi dengan sendirinya.
Seharusnya ada sebagian bukti dari sisa-sisa ubi yang gagal melewati seleksi
alam (proses). Seandainya saja Darwin mengatakan dalam prosesnya ada koki yang
memasak semua hidangan yang ada di meja, tentu saja pertanyaan tentang ubi yang
hanya terkuliti atau terkuliti sebagian (the missing link) tidak akan muncul,
atau tidak akan ditanyakan. Bahkan bisa
ditambahkan menu yang ada di meja, ada ubi bakar, ubi goreng, ubi rebus “semua
bentuk ubi masih terlihat”, ada jemblem, ada klepon, ada lemet “sudah tidak
terlihat seperti dari ubi”, ada gatot, ada oyek, ada tape, ada gethuk, dan
seterusnya. Semua yang ada di meja ini berbahan dasar sama yaitu ubi, hanya
sama koki dibuat berbeda-beda dan mulai proses yang berbeda-beda. Karena dalam
prosesnya ada koki dibalik semua hidangan tersebut, maka tidak ada sisa, atau
bahkan kotoran yang tersaji di meja makan, semua tersaji dengan sempurna,
bentuk dan rasanya. Tentu saja si tape tidak akan marah dikatakan dari bahan
yang sama dengan lemet ataupun jemblem dan semuanya.
Berangkat dari akar masalah yang sama dengan the missing link inilah sains atau ilmu pengetahuan ini bergerak. Dari akar yang sama ilmu pengetahuan modern bergerak selama ratusan tahun sampai ke peradaban atau kehidupan modern saat ini. Pertanyaan akan asal-usul kehidupan ini menggiring kita melakukan penelitian dan pencarian selama ratusan tahun dan terus disambungkan dari generasi ke generasi sampai pada kita saat ini. Karena itu pulalah saat ini ada banyak macam cabang ilmu pengetahuan, secara garis besar ada tiga jenis ilmu pengetahuan yang berusaha mengungkap asal-usul kekehidupan atau bahkan asal-usul jagat raya atau alam semesta. Cabang-cabang ilmu itu meliputi Fisika, Kimia dan Biologi. Cabang ilmu sains inilah yang mencoba menjelaskan asal-usul alam semesta beserta kehidupan hingga bisa diterima oleh akal dan tertangkap oleh indra. Sedang cabang ilmu yang lain yang mencoba menjelaskan asal-usul kehidupan ini, misalkan sastra, bahasa atau agama hanya dianggap dongeng sehingga tidak bisa diterima oleh akal. Selain cabang ilmu sains jika ada yang mencoba menjelaskan asal-usul kehidupan maka itu diberi label tidak logis, dicap khayalan.
Asusmi Ilmu pengetahuan dan teknologi
Ilmu pengetahuan saat ini yang kita pelajari dan diajarkan di sekolah-sekolah di seluruh dunia ini, berangkat dari akar masalah yang sama. Orang-orang yang kita sebut ilmuan atau para ilmuan ini atau bahkan kita, saat ini beranggapan sama, yaitu menganggap bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini, perbendaharaannya, tanah, air, udara, hewan, tumbuhan, planet, bintang, matahari, bulan, meteor, komet dan seterusnya, semua berawal dari tidak ada (NOL atau KOSONG). Dan Ilmu pengetahuan bekerja berdasarkan asusmi itu, dan berusaha membuktikan asumsi itu dengan membuat teori bagaimana itu terjadi?, bagaimana itu bisa bergerak?, bagaimana itu bisa berubah? Maka dalam buku ini atau artikel ini, saya mengajak semuanya saja untuk meninjau ulang asumsi kita bahwa semua berawal dari nol. Jangan-jangan selama ini anggapan kita salah? Lalu kenapa kita meninjau ulang anggapan kita bahwa semua ini berawal dari nol (kosong / tidak ada). Bukankah jika ada botol kosong hampa udara yang tertutup rapat tanpa ada celah untuk partikel masuk, maka selamanya botol itu tidak akan pernah ada isinya sesuatu apapun. Anggapan bahwa semua berawal dari nol atau kosong inilah yang saya maksud sebagai the missing link dalam buku atau artikel ini. Meninjau asal mula kita mengembara dalam ilmu pengetahuan tidak ada salahnya seperti saya meninjau ulang definisi dari nol itu sendiri.
Sebelum kita menelaah atau meninjau ulang lalu mengajukan asumsi atau bahkan teori baru, ada baiknya kita melihat lagi capaian ilmu pengetahuan atau sains saat ini. Sudah sejauh mana sains saat ini bergerak. Sudah seberapa dekat ilmu pengetahuan ini bisa merumuskan asal-usul kehidupan dan alam semesta. Hal ini kita perlukan supaya kita bisa mengukur seberapa jauh nanti kita harus mengejar, atau jika itu salah arah kita bisa memperkiraan jarak dan waktu yang kita perlukan untuk kembali.
Capaian Fisika, Kimia dan Biologi
Fisika dan capaian fisika, fisika adalah cabang sains yang mempelajari tentang
materi atau benda-benda. Cara kerja fisika dengan mengamati benda-benda di
sekitar kita, kemudian sampai pada simpulan bahwa benda-benda di sekitar kita
digolongkan atas tiga kelompok besar yaitu padat, cair dan gas. Kemudian mengamati
bentuk dan dimensi dari sebuah benda lalu diukur. Maka fisika sampai pada
besaran dan satuan ukur. Pengukuran dilakukan untuk mengambarkan secara presisi
dari sebuah benda, pajang, lebar dan tinggi, massa benda, konsentrasi yang
mempengaruhi benda, volume, suhu dan perubahan bentuk dan dimensinya. Fisika
juga mengamati bagaimana sebuah benda atau materi mempengaruhi benda atau
materi lain. Hingga pengaruh itu bisa membuat sebuah benda bergerak satu dengan
yang lainnya. Fisika juga menghitung jarak dan waktu pergerakkan dari sebuah
benda. Sampailah fisika pada teori tentang gerak benda dan merumuskan
pergerakkan benda. Dan rumus gerak yang ada saat ini sudah cukup presisi
meramal pergerakan benda dan posisi benda tersebut terhadap benda lain ataupun
pengamat dari pergerakan benda tersebut. Fisika yang seperti ini dikenal dengan
fisika mekanik, atau cukup disebut mekanika. Kemudian ilmu fisika atau ilmu
materi ini juga bergerak ke dua arah berdasarkan besar dan kecilnya materi.
Fisika yang mengamati benda-benda besar bahkan sangat besar sampai planet,
bintang dan galaksi kita kenal dengan fisika makro, sedangkan fisika yang
mengamati seberapa kecil materi, hingga materi tersebut sudah tunggal dan tidak
bisa dibagi-bagi lagi disebut fisika mikro, atau populer dengan sebutan fisika
kuantum.
Fisika
kuantum adalah fisika yang mengkhususkan diri mengamati benda atau zat sampai
pada ukuran yang sangat kecil sehingga tidak mungkin benda itu untuk dibelah
lagi atau dipotong lagi dan disebut dengan nama atom. Tetapi kemudian juga menemukan ada fenomena bahwa mungkin
masih ada partikel subatom di dalam atom. Jadi atom masih tersusun lagi dari
subatom, dan terdiri dari tiga jenis yaitu, proton atau inti atom, bermuatan
positif, kemudian ada neutron bermuatan netral dan besarnya hampir sama dengan
proton, dan yang ketiga adalah elektron, massanya ±1.800 kali lebih kecil dari
masa proton dan bermuatan negatif. Elektron ini mempunyai sifat merespon
terhadap cahaya, jadi ketika ada cahaya datang menyinari atom, maka elektronnya
melompat dari atom tersebut. Kita buat perumpamaan saja ya, biar mudah menjelaskan,
jadi atom itu seperti kolam ikan, proton dan neutron itu menentukan dimensi
dari atom (panjang, lebar, tinggi atau satu paket volume atom) sedangkan
elektron itu adalah ikan-ikan yang berenang dalam atom. Ketika ada makanan
(cahaya) maka ikan-ikan (elektron-elektron) itu melompat-lompat berebut makan
itu. Mungkin seperti itu perumpamaan partikel subatom di
dalam atom.
Gambar
Ilustrasi atom ibarat kolam ikan, elektron berenang bebas dalam atom.
Fisika makro
adalah fisika yang mengamati benda atau zat yang ukurannya besar bahkan sangat
besar, sampai pada planet, bintang, galaksi dan mencoba membuka rahasia dari
jagat raya. Fisika makro mengamati benda yang tampak, bagaimana benda itu,
hingga merumuskan bagaimana benda itu bisa bergerak atau digerakkan. Bagaimana
sebuah benda bisa bergerak? Kemudian bagaimana posisi benda bergerak terhadap
benda lain yang juga bergerak? Teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena
tersebut adalah teori gravitasi dari Newton dan juga pembaruan dari Einstein
yaitu teori relativitas. Teori relativitas digunakan untuk menerangkan gerak
benda terhadap benda lain ataupun terhadap pengamat, baik pengamat yang diam ataupun
pengamat yang juga bergerak. Kemudian untuk menjelaskan bagaimana kita bisa
berdiri di bumi tanpa terbang melayang-layang, atau istilahnya gravitasi, maka
Enstein mengajukan teori bahwa "Benda karena ukurannya yang sangat besar,
maka ia akan melengkungkan dimensi ruang dan waktu. Itulah sebabnya mengapa
kita tersedot, berdiri di bumi. Sebab ruang yang melengkunglah kita bisa
berdiri dimanapun kita menginjakkan kaki di bumi. Itulah capaian ilmu fisika
saat ini, ini hanya ringkasan kecil dari semua capaian ilmu fisika, untuk
memahaminya lebih dalam silahkan untuk mencari dari sumber lain. Artikel hanya
berisi gambaran umum saja, dan ditujukan untuk dibaca oleh semua kalangan.
Mungkin ada banyak perbedaan dalam pengilustrasian dengan ilmu fisika murni.
Kimia, kimia adalah lanjutan dari fisika yang mengamati lebih dalam tentang
materi atau zat. Kimia mengamati sebuah
materi, kemudian merumuskan struktur pembentukannya, menentukan sifatnya,
membuat susunan strukturnya, dan perubahan materi tersebut. Semua dilakukan
dari tingkat atom atau unsur terkecil, hingga mencoba merekayasa pembentukan
materi baru, atau pemurnian materi yang sudah ada. Permurnian diperlukan karena
hampir sebagian besar unsur di bumi ini ditemukan dalam bentuk campuran, bukan
unsur murni. Materi di alam dalam bentuk campuran atau istilah dalam kimia
disebut dengan senyawa / molekul, diteliti atau diamati kemudian ditemukan
bahwa materi tersebut tersusun dari beberapa unsur murni. Kimia kemudian
mencoba memecah senyawa tersebut hingga bisa diindetifikasi unsur murni
penyusun senyawa itu. Kemudian dari unsur murni yang diidentifikasi kemudian
kimia mencoba merumuskan sifat-sifat dari unsur tersebut. Kimia juga mencoba
merumuskan sifat-sifat dari senyawa atau molekul alam, kemudian mencoba
memanfaatkannya. Kimia juga telah mencoba membuat senyawa baru, menguji
sifatnya dan menfaatkannya. Dan hari ini, kita tidak bisa lepas dari
senyawa-senyawa baru yang telah dibuat dalam laboratorium kimia. Sebuah
kemajuan yang luar biasa dalam bidang kimia.
Biologi,
biologi adalah bagian dari cabang ilmu sains yang mempelajari tentang mahluk
hidup. Sebetulnya tidak hanya mahluk hidupnya saja yang dipelajari dalam
biologi, tetapi juga hal-hal yang menyangkut tentang kehidupan ataupun sesuatu
yang menyokong kehidupan. Biologi mengamati mahluk hidup hingga pada tingkat
terkecil penyusun mahluk hidup atau kita sebut sel. Biologi sudah mengungkap
bahwa ada mahluk hidup yang terdiri dari satu sel saja. Mahluk hidup mikro ini
biasa disebut dengan bakteri. Bahkan ada mahluk lebih kecil dari itu,dikenal
dengan sebutan virus. Biologi juga sudah pada tingkat bisa mampu menduplikasi
mahluk hidup dengan teknik yang diberi nama kloning. Jika kloning menduplikasi
mahluk hidup itu utuh seperti mahluk yang dijadikan sumber kloning, saat ini
biologi telah mampu mengembangkan hanya sebagian jaringan, organ dari mahluk
hidup. Teknik ini dimaksudkan untuk mengembangkan daging hewan, tanpa
mengembangbiakan hewan tersebut.
Itulah sedikit tinjauan tentang sains (Fisika, Kimia, Biologi). Tentu saja hanya sebuah cuplikan kecil dari pencapaian besar sains. Saat ini perkembangan dari ketiganya, telah menciptakan sesuatu yang baru yaitu teknologi. Dengan adanya teknologi, perkembangan sains mengalami lompatan besar. Dengan teknologi komputasi, perhitungan dan perkiraan menjadi lebih mudah. Pengumpulan data lebih cermat dan sesorang yang datang kemudian, tidak perlu melakukan pengamatan dari awal lagi, mereka cukup menggunakan data pengamatan dari peneliti sebelumnya yang sudah dibukukan atau dikomputerisasi.
Rumus universal terciptanya mahluk hidup dan jagat raya
Lalu pertanyaannya adalah, sejauh mana sainstek ini bisa membuktikan bahwa semesta atau jagat raya ini dimulai dari nol? Atau sedekat apa sainstek ini pada bukti bahwa kehidupan ini dimulai dari nol atau terjadi dengan sendirinya? Menurut saya sih sudah sangat dekat, sainstek saat ini sudah sangat dekat dengan pembuktian bahwa semesta alam atau kehidupan ini dimulai dari nol atau terjadi dengan sendirinya. Kemudian syarat apa yang diperlukan untuk mencapai bukti bahwa semesta alam, atau kehidupan itu terjadi dengan sendirinya? Yang dibutuhkan sainstek saat ini untuk membuktikan bahwa semesta ini dan kehidupan ini terjadi dengan sendirinya adalah sebuah rumus gerak atau rumus mekanika gerak. Bukankah sudah ada rumus itu di fisika? Iya memang sudah ada, tapi yang diperlukan adalah sebuah rumus satu untuk semuanya. Dan rumus yang ada saat ini belum cukup untuk menjelaskan gerak partikel pada fisika kuantum. Lalu rumus seperti apa yang diperlukan untuk menjawab atau membuktikan bahwa semesta dan kehidupan ini terjadi dengan sendirinya?
Maka gambaran rumus yang diperlukan untuk menjawab atau membuktikan bahwa memang benar alam semesta ini terjadi dengan sendirinya adalah rumus mekanika atau rumus gerak partikel dimana rumus ini bisa menentukan pergerakan partikel, sehingga pergerakkan partikel ini mempengaruhi materi secara relatif mengembang atau menyusut membentuk atom. Dengan rumus ini, turunan atau integralnya bisa menghitung atau menentukan kapan partikel atau atom itu bergerak, kapan atom itu dengan atom yang lain saling memicu membuat ikatan membentuk senyawa. Kemudian dengan turunan atau integral dari rumus mekanika itu, senyawa-senyawa itu mulai membuat ikatan dan berkelompok menjadi makro melekul. Rumus ini, integral atau turunannya kita bisa tahu kapan materi itu saling mengikat, menarik, berkumpul, menyatu menjadi materi besar, sangat besar hingga mempengaruhi materi lain supaya tetap di dekatnya (gravitasi). Rumus ini, integral atau turunannya bisa menghitung batas dari gaya tarik sebuah materi, sehingga itu yang menyebabkan semesta ini terus mengembang. Dengan rumus ini, integral atau turunannya kita bisa tahu ujung dari jagat raya, meskipun belum bisa kita indra dengan teleskop sekalipun, karena dengan rumus mengembang dan mengukur waktu reaksi partikel dan materi kita bisa menghitung sejauh mana jagat raya telah mengembang. Dengan rumus ini, integral atau turunannya kita bisa mengetahui posisi dari sebuah partikel terhadap atom, terhadap molekul, terhadap bumi bahkan terhadap jagat raya. Karena ujung jagat raya sudah bisa kita ramalkan dengan rumus ini atau dengan integral atapun turunan dari rumus ini.
Rumus mekanika atau rumus gerak ini, turunan atau integralnya kita bisa tahu mengapa, kapan, dimana, atom membentuk senyawa protein pertama kali, lalu senyawa protein ini mulai menarik materi lain. Dengan rumus itu pula, turunan atau integralnya protein itu mulai bergerak, menarik materi atau senyawa lain. Kemudian terungkaplah saat kapan pertama kali mahluk hidup ini ada. Dengan rumus ini, integral atau turunannya rumus ini, kita bisa menghitung dengan pasti kapan sebuah protein bergerak membentuk sel, organ dan seterusnya hingga terjadilah mahluk hidup dengan multi organ. Dengan rumus ini, integral atau turunannya kita bisa tahu pasti kapan sebuah mahluk hidup itu berubah dan perubahan itu pasti berhasil dan kapan perubahan itu akan berhenti. Sehingga tidak ada lagi pertanyaan tentang “the missing link”. Seberapa dekat kita dengan rumus tersebut? Atau seberapa dekat sainstek membuat rumus itu? Saya kira cukup dekat, mungkin hanya butuh beberapa langkah saja.
Bukti Tuhan tidak ada atau tidak diperlukan dalam terciptanya jagat raya
Jika ada
rumus gerak atau rumus mekanika, yang apabila integral atau turunan dari rumus
mekanika itu bisa menjelaskan dimana posisi sebuah partikel terhadap jagat
raya. Turunan atau integralnya bisa menjelaskan bagaimana bumi, planet dan
bintang bergerak. Turunan atau integralnya atau rumus ini bisa menghitung
secara presisi ujung dari jagat raya, maka :
Pada saat itu, terbukti
bahwa semua berawal dari nol, yang artinya peran Tuhan tidak dibutuhkan pada asal-usul
jagat raya. Terbukti bahwa Tuhan itu
tidak ADA.
Tunggu dulu!
Benarkah hanya butuh beberapa langkah saja? “Sek, sek, jek adoh opo wes cedek yo!” Saya kira tadi sudah cukup
dekat, tapi beberapa langkah itu butuh waktu berapa lama? Waduh saya tidak
tahu, meskipun hanya beberapa langkah saja, jika hanya diam saja, maka
selamanya juga gak akan sampai. Hehehehe! Ya sapa tahu kamu mau bantu gitu!
Bukannya sudah banyak para ilmuan sudah meneliti, sedang meneliti, mau
menenliti saat ini. Biarlah itu menjadi urusan para ilmuan saja. Hmm.. repot lek wes ngene iki. Yo wes terserah
kamu saja, iki lanjut moco opo ora iki? Tak teruske, engko mbok woco opo ora?
“Tak teruske, bah bah mbok woco opo ora. Iki tetep tak
teruske emboh engko dadi opo.”
Saya kira
cukup, untuk memotret atau mencuplik ilmu sains dan teknologi, dan kita sudah
sama-sama tahu, sudah sama-sama rasa semua pencapaian sains dan teknologi saat
ini. Rasa-rasanya kita mati jika hidup tanpa produk dari sains dan teknologi.
“Hampa kurasa hidupku tanpa sainstek”, “Gak bisa apdet statuslah, gak tahu
harus ngapain lah”, “Bosan, bete, hjkl;’[]”, “Pokoknya aneh aja!”. Padahal
kenyataanya hanya rebahan, dan gak jelas hidup mau ngapain. Kembali ke potret
dan cuplikan sainstek, pokoknya kamu sudah lebih paham rasanya, meskipun tidak
tahu itu apa. Tapi yang namanya cuplikan, atau potret, jelas beda dengan
kenyataan.
Itulah sains dan teknologi saat ini, semua yang kita rasakan adalah produk dari sainstek. Semua yang ada saat ini berawal dari anggapan bahwa segala sesuatu yang ada saat ini berawal dari nol, atau tidak ada, kemudian manusia mulai mengamati, mengidentifikasi, merumuskan sifatnya. Selanjutnya manusia mencoba memanipulasinya terjadilah produk-produk sainstek saat ini. Semua berawal dari anggapan bahwa segala sesuatu dimulai dari tidak ada, dan mencoba menerka bagaimana itu bisa terjadi. Kemudian munculah teori-teori yang menebak-nebak awal mula terjadinya alam semesta. Teori yang berspekulasi mencoba menjelaskan, O… mungkin semesta itu berawal seperti ini. Kehidupan awalnya seperti ini, dan masih banyak lagi teori yang mencoba menjelaskan asal-usul kehidupan atau alam semesta. Ada yang berangkat dari asumsi, kemudian mengamati dan menguatkan akan asumsinya dan membuat teori. Ada yang mengamati kemudian berteori. Semua teori itu mencoba menjelaskan bagaimana awal mula jagat raya terjadi dengan sendirinya atau berangkat dari nol.
Sains wajib berTuhan karena ternyata belum ada yang mampu menotasikan Rumus Mekanika Universal
Sampai saat ini sains dan teknologi tidak bisa mengatakan bahwa Tuhan tidak ada.
Bahwa keberADAan akan tuhan harus bisa dibuktikan oleh sains dan teknologi, dengan syarat-syarat bahwa Tuhan itu harus bisa diamati atau dideteksi, diterima rangsang atau responnya dan seterusnya, Tuhan itu harus terukur untuk bisa diakui dalam sains dan teknologi. Sebutan mudahnya adalah Tuhan itu harus bisa didengar, dilihat, diraba, dirasa, dicium dengan ataupun tanpa alat bantu sains teknologi. Hal ini berarti bahwa TUHAN itu harus mencukupi syarat dan metode sains untuk bisa dikatakan ada. Dengan adanya syarat dan metode dalam sains dan teknologi yang berlaku mutlak, maka sesungguhnya syarat dan metode mutlak dalam sains dan teknologi berlaku tertutup (“cover” / “kafir”).
Syarat dan metode dalam sains dan teknologi yang menjadikannya gengsi akan meninjau ulang syarat dan metode itu. Syarat dan metode itu yang menjadikan sains dan teknologi enggan untuk menyatakan Tuhan itu ada, atau setidaknya mengakui mungkin Tuhan itu ada karena belum ditemukannya rumus mekanika di atas. Tetapi dengan syarat dan metode sains itu menjadikannya angkuh, menutup diri dan sibuk membuktikan bahwa segala sesuatu di jagat raya ini dimulai dengan nol atau tidak ada. Padahal dalam syarat dan metode dalam sains, sampai saat ini belum satu manusia pun, bahkan manusia yang paling jenius sekalipun, bahkan satu bangsa atau seluruh manusia di bumi dan kolong langit ini, sepanjang jaman yang telah berlalu yang berhasil atau mengaku mampu mengambar suara dengan tepat atau presisi. Bukti bahwa pada zaman, pada era, pada bangsa, adanya gambar akan suara yang berbeda-beda (tulisan atau huruf atau sastra)adalah Fakta gambar akan suara hanyalah sebatas tafsir maka kita temui banyak ragam tulisan di dunia saat ini, bahkan pada era atau jaman yang telah berlalu. Dan hampir seluruh umat manusia di dunia menganggap itu adalah sebuah kebenaran bahkan mendebatkannya. Tulisan saya sebelumnya tentang “Balada : Menemani akal mencari tuhan”, “Balada : Menemani akal mengilustrasikan tuhan”, mungkin perlu dibaca jika diperlukan untuk penjelasan tambahan. “kikikik, kamu tersinggung? Marah? Mau mencoba menggambar suara, melukiskan rasa? Jajalen! Kwokwokwok!”
Sepanjang jaman, sepanjang waktu yang telah berlalu, sampai saat inipun tidak ada satu manusiapun yang mampu mengambarkan suara dengan presisi ataupun sebaliknya. Bahkan untuk semua indra seandainya terpisah dari kepala ini, tidak ada satupun yang akan akur, atau saling percaya.
Entah kenapa sains dan teknologi enggan mengakui bahwa secara sains dan teknologi, mereka tidak bisa menyatakan bahwa tuhan itu tidak ada, tetapi mereka semakin larut dengan rumusan-rumusannya, temuan-temuannya, manipulasi-manipulasi dari hasil menurunkan sifat-sifat akan materi. Tetapi mereka lupa akan tujuan awal mereka bergerak sampai saat ini, bahwa mereka harus punya bukti yang pasti bahwa tuhan itu tidak ada. Bahwa semua berawal dari nol atau tidak ada, dan mereka seolah lupa membuat pernyataan “sampai saat ini Kami (sains dan teknologi) tidak bisa membuktikan bahwa tuhan tidak ada. Bahkan kelupaan mereka, ilmuan-ilmuan mereka, lupa membuat pernyataan itu sampai kematian menjemputnya. Dan kita dijejali dengan ilmu-ilmu mereka, teori-teori mereka, tetapi juga guru-guru kita lupa menyampaikan apa yang harusnya dinyatakan oleh para ilmuan sains itu, dampaknya dunia saat ini tertutup (cover/kafir) akan tuhan. Atau sebagian manusia bertuhan tapi tidak yakin. Bertuhan tapi hanya urusan ibadah syariat. Bertuhan hanya sebatas pintu rumah ibadah.
Metode tertutup sains dan teknologi
Dalam syarat dan metode dalam yang digunakan untuk memastikan sesuatu itu bisa terukur, teramati, dengan dilihat bentuknya atau warnanya, didengar suaranya, diraba teksturnya, dirasa akan rasanya, dan dicium aromanya kemundian diturunkan sifat-sifatnya atau dirumuskan sifat-sifatnya baru kemudian bisa dikatakan saintifik. Akan tetapi dalam metode yang digunakan itu juga gagal memastikan satu dengan yang lain. Misalnya sains tidak bisa memastikan jika warna merah itu pasti panas rasanya, atau biru pasti dingin, atau jika merah itu pasti manis rasanya, sedangkan hijau pasti pahit rasanya, dan seterusnya. Bahwa suara sesuatu tidak bisa dipastikan warna, rasa, tekstur dan aromanya, warna dan bentuk sesuatu tertentu tidak bisa dipastikan suara, aroma, tekstur dan rasanya. Dan semua yang bisa diidentifikasi oleh salah satu indra, maka indra yang lain tidak bisa memastikan bahwa bentuknya pasti ini, suara seperti ini, rasa ini, aroma ini, dan tekstur ini. Maka perangkat yang digunakan dalam sains yaitu syarat dan metode supaya sesuatu itu dikatakan sainstifik gagal untuk saling memastikan satu sama yang lain. Lalu mengapa gelombang asumsi yang dibesar-besarkan, didengung-dengungkan dalam sains adalah “Tuhan tidak ada karena tidak ada bukti keberadaannya yang bisa ditangkap oleh indra (semua indra atau salah satu saja)”. Sains mengambil istilah hukum alam bukan hukum tuhan hanya karena tidak mau mengakui keberadaan tuhan. Mengapa sains bergerak bahwa segala sesuatu berawal dari nol dan sibuk membuktikan bahwa tuhan tidak ada. Fakta bahwa sains tidak bisa membuktikan bahwa tuhan tidak ada tidak pernah diakui, sains tidak pernah mau menyatakan bahwa mereka juga belum bisa membuktikan bahwa tuhan tidak ada. Tidak pernah ada pernyataan seperti itu dalam buku-buku sains. Apakah dengan menyatakan bahwa sains tidak punya bukti bahwa tuhan tidak ada, adalah sebuah kehinaan? Atau apakah jika menyatakan itu “bahwa tuhan itu ada” sudah cukup tidak perlu penjelasan lagi, sains berhenti tidak perlu ada pengamatan, peneletian, pencarian?
Sekarang mari melihat diri kita (Aku dan Kamu juga Kalian semua) sebagai kelompok besar penikmat, atau yang terdampak akan produk-produk dari sains dan teknologi. Akankah kita masih akan tetap larut dalam yuforia (uforia), ingar-bingar, gegap-gempita sebagai penikmat produk-produk teknologi, tanpa ada tanggungjawab untuk membuktikan bahwa tuhan itu beneran tidak ada? Apakah cukup tanggungjawab pembuktian itu hanya diambil oleh para peneliti, para ilmuan sains saja? Bukankah sampai saat ini sains juga gagal membuktikan bahwa tuhan itu tidak ada? Bukankah seharusnya sains itu berjalan dengan bertuhan, dan hanya boleh sains tidak bertuhan jika, bukti bahwa tuhan itu tidak ada sudah ditemukan? Lalu mengapa kamu melilih tidak bertuhan? Lalu mengapa kamu bertuhan hanya sebagian-sebagian, bertuhan untuk urusan tertentu, kemudian tidak bertuhan untuk urusan lain? Akankah kita bertuhan hanya untuk ibadah saja, sedangkan untuk jual-beli, pinjam-meminjam, tolong-menolong, berteman, bersosialisai tuhan bisa kita tiadakan? Akankah kita tidak bertuhan seperti ilmuan sains sampai kematian menjemputnya? Bukankah sains ini telah berlalu beberapa ratus tahun tetapi tetap saja tidak bisa membuktikan ketidakberadaan Tuhan? Apakah kita akan terus menganggap bahwa waktu itu adalah jam dinding, jam tangan, jam digital? Bukankah itu semua (jenis-jenis jam) hanyalah alat pengukur waktu, sedangkah waktu itu sendiri tidak pernah bisa kita tangkap dengan indra? Apakah sebelum jam ditemukan waktu tidak ada? Apakah jika kita tidak dapat melihat jam (jam tangan, jam dinding, jam digital, gedung jam, tower jam, dst) kita bisa mengatakan waktu tidak ada? Seperti jam dengan waktu itukah anggapan kita terhadap Tuhan? Haruskah kita butuh jam untuk mengatakan bahwa waktu itu ada? Haruskah Tuhan itu terukur selayaknya waktu dengan jam? Apakah hanya karena kita bisa merasakan siang-malam, pagi-sore, panas-dingin kemudian kita mengatakan waktu itu ada? Bagaimana jika berada di dasar samudra yang gelap gulita, cahaya tidak pernah sampai di sana, apakah waktu di sana tidak ada? Ataukah di angkasa tempat meteorit dan benda-benda angakasa yang tidak terkena siang malam, apakah waktu di sana tidak ada? Apakah harus saya keluarkan semua pertanyaan yang ada di kepala ini?
Jawablah semua pertanyaan di atas dengan jujur! Dimanakah posisi Kamu saat ini? Setelah tahu tidak mungkin bagi kita, bagi sains, dan semua untuk tidak bertuhan. Kita harus bertuhan, sains harus bertuhan semuanya harus bertuhan. Sains wajib bertuhan karena sampai saat ini sains belum bisa membuktikan bahwa Tuhan tidak ada. Maka mulai saat ini sains harus berjalan dengan bertuhan. Kemudian akankah kita tetap enak-enakan sebagai konsumen produk-produk teknologi, tidak mau bertuhan dengan sungguh-sungguh? Tahukah Kamu, saat ini Kamu dalam posisi terancam? Maka pastikan dimana Kamu berdiri saat ini. Mungkin Kamu tidak tahu dimana posisi keterancamanmu, atau memang Kamu tidak peduli. Seharusnya kematian itu cukup untuk mengingatkan Kamu akan tuhan. Seharusnya kematian itu adalah peringatan yang sangat keras. Kematian akan orang-orang didekatmu, kematian orang-orang terdahulu, kematian para saintis yang gagal membuktikan ketidakadaan akan tuhan. Seharusnya itu sudah cukup untuk membuatmu mengalah dan bersiap diri akan hari setelah mati. Masihkah Kita (Aku dan Kamu) tetap angkuh, sombong, memaksa dan mensyaratkan bahwa tuhan itu harus bisa kita indra? Padahal saat ini kita sadar dan mengerti bahwa, “Waktu” itu kita yakini dengan sangat yakin tetapi tidak ada satupun dari indra kita yang mampu menangkapnya. Jika dengan “Waktu” kita bisa berdamai, mengapa kita masih angkuh terhadap Tuhan. Maka pilihan tidak bertuhan, atheis, agnostik, atau apapun itu istilahnya adalah perjudian yang sangat buruk. Belum pernah tercatat satupun yang pernah menang, sedangkan ancaman kematian itu adalah pasti. Pilihan berdamai dengan ketidakpastian, dan menundukkan diri akan ketidaktahuan adalah pilihan terbaik. Seharusnya cukup bagi kita untuk sujud menyerahkan diri kepada Tuhan akan ketidakpastian, seharusnya cukup bagi kita untuk bersujud dan mengakui keterbatasan pengetahuan kita. Kesombongan dan keangkuhan tidak akan menolong kita dari hari kebangkitan.
Pilihan dan Dampak dalam bertuhan
Kita tidak bisa mengambil
resiko dengan tidak bertuhan, karena itu menuntut kita untuk membuktikan ketidakadaan
Tuhan yaitu sebuah rumus universal yang bisa menghitung, memperkirakan sebuah
materi dan alam semesta. Pilihannya hanya bertuhan dengan sungguh-sungguh.
Penting tidaknya belajar Sains dan Teknologi
Jika demikian adanya, bahwa ilmu pengetahuan itu wajib berjalan dengan bertuhan, sedangkan ilmu pengetahuan saat ini berjalan dan berkembang untuk membuktikan bahwa alam semesta ini terjadi dengan sendirinya, tanpa ada campur tahan sang pencipta. Apakah itu artinya ilmu pengetahuan itu tidak penting? Apakah sains dan teknologi saat ini boleh ditinggalkan? Ataukah mempelajari ilmu pengetahuan itu hukumnya justru haram? Karena mempelajarinya justru menjauhkan kita dari Tuhan. Apakah ilmu sains dan teknologi ini adalah sebuah fitnah atau menjadi sumber fitnah? Eits..! tunggu sebentar, jangan buru-buru memvonis haram atau terlarang! Mari kita lakukan pelan-pelan, karena mengharamkan sesuatu yang tidak ada hukum atasnya dimungkinkan menjadi sumber dosa besar. Maka mari kita lakukan dengan hati-hati, karena kita tidak mau membuat tambang dosa besar, yang dosanya terus mengalir meskipun jasad ini telat dimatikan, hancur luluh kembali menjadi tanah. Begitu pula sebaliknya, mewajibkan sesuatu yang tidak ada nash atau rujukannya juga memungkinan menjadi tambang dosa juga. Maka kita butuh menimbang dengan berbagai macam timbangan, kita butuh mengukur dengan berbagai alat ukur. Hal ini kita lakukan sebagai bentuk kehati-hatian, dan untuk mendapatkan hasil yang lebih presisi dari penimbangan dan pengukuran yang sudah pernah dilakukan oleh pendahulu kita, karena siapapun tidak mau membuat galian tambang yang hasilnya hanya dosa belaka. Meskipun kita tahu bahwa ampunan tuhan itu seluas langit dan bumi.
Setelah tahu bahwa sains dan teknologi wajib bertuhan, karena tidak ada bukti rumus mekanika yang mampu menjelaskan kehendak dari partikel atau atom untuk mulai bergerak. Seperti rumus yang sudah dijelaskan di atas, yaitu rumus mekanika satu untuk semua, baik melalui turunan ataupun integral dari rumus itu. Lalu apa manfaatnya kita mempelajari ilmu sains dan teknologi, jika keburukan saja yang kita dapat dari mempelajari ilmu sains dan teknologi. Keburukan maksudnya adalah membuat diri kita jauh dari bertuhan.
Ada sebuah berita dari Tuhan, yang mengabarkan bahwa “Nabi Adam alaihi salam, manusia yang diciptakan langsung oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari tanah, diperintahkan memberitahu kepada malaikat nama-nama semua benda yang sudah diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Kemudian Nabi Adam alaihi salam menyebutkan semua nama benda–benda itu.” apakah berita ini hanyalah sekedar berita tentang peristiwa yang terjadi pada Nabi Adam alahi salam, atau bahkan berita ini hanyalah sekedar dongeng belaka? Apakah perintah untuk menyebutkan nama-nama benda hanya untuk Nabi Adam alaihi salam semata? Atau perintah untuk menyebutkan nama-nama benda semuanya juga sampai pada kita sebagai anak turun dari Nabi Adam alaihi salam. Bukankah kita terlahir tanpa mengingat sesuatu apapun? Bukankah kita terlahir tanpa membawa papan nama? Nama yang kita pakai saat ini adalah pemberian dari orang tua kita. Kita hanya menyebutkan nama-nama benda sesuai apa yang diajarkan oleh orang tua kita. Sedangkan nama semua benda ini adalah ilmu pengetahuan. Akankah kita tetap antipati terhadap ilmu pengetahuan, sains dan teknologi?
Berita selanjutnya, setelah Nabi Adam menyebutkan nama semua benda yang telah diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian Allah perintahkah seluruh malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam alaihi salam. Sebuah imbalan berupa derajat yang tinggi bagi yang menguasai ilmu pengetahuan dengan ditundukkan padanya malaikat untuk menurutinya. Mungkin ada baiknya kita menimbang – nimbang lagi dalam bersikap terhadap ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Jangan sampai anggapan kita keliru tentang tidak pentingnya ilmu sains dan teknologi, dengan merasa cukup beriman saja kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dengan shalat, puasa, zakat, dan haji serta tarikat-tarikat yang kita jalankan. Penting bagi kita mengingat kembali tentang berita yang disampaikan Allah subhanahu wa ta’ala kepada malaikat bahwa “Akan diturunkan wakil Allah di muka bumi”.
Ketika para malaikat disampaikan berita bahwa “Allah akan menurunkan wakilNya di muka bumi.” maka para malaikat itu membantah atau menyanggah dengan mengatakan bahwa “Ia (khalifah / wakil / Nabi Adam dan turunnya (umat manusia)) hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi”. Dengan alasan bahwa selama ini para malaikat telah bertasbih dan bertahmid (mensucikan dan mengagung / memuji) Allah subhanahu wa ta‘ala. Akankah kita bersikap meniru para malaikat yang merasa cukup dengan shalat, puasa, zakat, haji serta tarekat peribadatan yang kita kerjakan tanpa mengetahui nama-nama benda yang telah Allah subhanahu wa ta’ala ciptakan di jagat raya ini? Padahal kita juga diberitakan bahwa semua tasbih, tahmid para malaikat itu tidak ada artinya di sisi Allah ketika Ia menolak untuk sujud kepada Nabi Adam alaihi salam. Bahkan penolakan itu membuat statusnya sebagai malaikat berganti menjadi iblis ditambah disiapkan tempat di neraka. Sedangkan bagi Nabi Adam alaihi salam, dengan mampu menyebutkan nama-nama semua benda itu, mendapatkan imbalan / balasan / ganjaran dengan diperintahkan malaikat untuk sujud kepadanya dan juga diijinkan untuk tinggal di surga.
Hilangnya nilai tasbih dan tahmid Iblis
Sesungguhnya apa yang terjadi pada peristiwa di atas. Kemana hilangnya nilai tasbih, tahmid, sujud atau ibadah malaikat yang telah dikerjakannya? Mengapa para malaikat diperintahkan untuk sujud kepada Nabi Adam alaihi salam hanya karena Nabi Adam mampu menyebutkan nama-nama benda seluruhnya? Karena pengetahuan akan nama-nama benda seluruhnya menjadi faktor penilaian atas ibadah yang Nabi Adam alaihi salam kerjakan. Perumpamaanya seperti ini:
Kembali ke kasus the missing link, Kita umpamakan Allah subhanahu wa ta’ala adalah koki, sedangkan jagat raya adalah meja saji, matahari, planet, bulan, bintang dan seterusnya adalah menu sajian. Ketika Allah menyajikan menu pertama, para malaikat bertasbih, lalu menu kedua para malaikat bertahmid, kemudian menu ketiga para malaikat sujud. Kemudian Nabi Adam alaihi salam didatangkan dan diperintahkan untuk menyebutkan nama-nama sajian yang ada di meja saji, maka Nabi Adam menyebutkan semuanya “Ubi Bakar, Ubi Goreng, Ubi Rebus, Tape, Rondo Royal, Jemblem, Lemet, Klepon, Gethuk, Gathot, Oyek, Thiwul.” Maka mulai saat itu nilai tasbih tahmid, dan sujudnya Nabi Adam alaihi salam bernilai dua belas, bandingkan dengan perolehan malaikat yang hanya satu tasbih, satu tahmid, dan satu sujud. Hal ini karena ketidaktahuan para malaikat akan nama-nama benda, sehingga menganggap semua sama.
Dari perumpamaan di atas, kita bisa tahu dampak dari menguasai ilmu pengetahuan. Karena ilmu pengtahuan yang kita kuasai menjadi faktor pelipat gandaan dari ibadah yang kita lakukan. Ilmu pengetahuan yang kita kuasai meningkatkan dejarat kita dihadapan Allah subhanahu wa ta’ala dan dihadapan manusia.
Dengan mengingat berita dari Allah subhanahu wa ta’ala di atas, kemudian menimbang dampak dari menguasai ilmu pengetahuan begitu besar. Maka Aku tidak mau menganggap berita ini hanya sebuah dongeng belaka, atau perintah menyebutkan nama – nama sudah selesai sampai pada Nabi Adam saja. Bagiku perintah menyebutkan nama-nama benda adalah perintah untuk menguasai ilmu pengetahuan dan Aku harus melaksanakannya karena sungguh Aku datang tanpa mengingat sesuatu apapun. Walaupun Aku telat menyadarinya diusiaku saat ini.
Ada sebuah tanda yang mendasari keputusanku itu. Mengapa perintah menyebutkan nama-nama benda itu masih menjadi perintah bagiku, dan Aku merasa harus / wajib melakukannya. Karena Dia, Allah subhanahu wa ta’ala menyapaku dan memanggilku dengan sebutan “Wahai anak Adam”. Panggilan untukku dan untuk seluruh umat manusia di bumi ini, termasuk kamu, dan kita semua. Dan fakta bahwa Aku terlahir tanpa membawa papan nama, atau mengingat sesuatu nama apapun. Maka Aku menganggap apa yang diperintahkan kepada Bapakku Adam alaihi salam, juga menjadi perintah bagiku untuk mengingat sebanyak-banyaknya nama-nama di dunia ini. Itu artinya juga mengusai ilmu sebanyak mungkin, dan akan Aku lakukan sampai waktuku habis di dunia ini.
Tabel Ilustrasi dampak dari orang menguasai ilmu pengetahuan saat ini dan nanti.
Tabel Ilustrasi atau gambaran dari orang dan ilmu yang dikuasainya, serta dampak yang didapat di dunia maupun di akhirat. Tentu saja dari sudut pandang saya.
Dibalik berita tentang Iblis yang tidak mau bersuduh pada Nabi Adam
Dari berita diatas tentang malaikat yang tidak mau sujud kepada Adam alaihi salam, yang kemudian dijuluki Iblis. Saya akan menuliskan sesuatu tentang Iblis yang tidak dituliskan dalam berita di atas, tetapi menurut saya itu ada. Sebelum itu, saya berikan contoh berlogika dari berita yang tertulis.
Contoh kalimat berita (ini berita yang berarti fakta, bukan pendapat, bukan gossip.)
“Ibu sedang pergi ke pasar.”
Ada fakta yang bisa kita turunkan / kita tarik / kita logikakan dari berita di atas. Contohnya
“Saat ini Ibu sedang tidak ada di rumah.”
“Ibu tidak ada di dapur.”
“Ibu tidak sedang memasak.”
Kalimat di atas adalah contoh dari penurunan / logika dari kalimat berita pertama bahwa “Ibu sedang pergi ke pasar.” Dan hasil penurunan di atas juga sebuah fakta yang memang adanya, tapi tidak perlu dituliskan dalam pemberitaan pertama. Hal seperti ini cukup bisa dipahami, atau bisa kita ambil atau kita tarik ketika kita berlogika atau berfikir akan kalimat berita pertama. Penurunan berita seperti ini kadang diperlukan supaya kita bisa mengukur, atau memperkirakan bahwa kita sudah pada posisi dan kondisi yang tepat.
Kita kembali ke berita tentang Iblis di atas, sesuatu yang bisa kita turunkan dari berita tentang Iblis di atas adalah
Berita lain menyebutkan bahwa alasan Iblis enggan sujud kepada Adam alaihi salam karena menganggap dirinya lebih baik dari Adam alaihi salam disebabkan asal Iblis diciptakan dari api sedangkan Adam Alaihi salam dari tanah. Iblis beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari Adam alaihi salam dan enggan meninjau ulang anggapannya itu. Iblis menutup pendapatnya sendiri dan menurutnya itulah yang benar, enggan pula melihat atau meninjau ulang pendapatnya dari sisi lain (Iblis mengira dirinya benar, dan menuntut dibenarkan oleh Tuhannya lalu keberadaan Adam alaihi salam adalah sebuah kesalahan). Iblis telah bertuhan dengan Tuhan yang benar, Iblis mengira Tuhan telah cukup dengan tasbih (mensucikanNya) dan tahmid (memujiNya) dari Iblis saja. Iblis begitu bangga dengan tasbih dan tahmidnya, kemudian juga bangga dengan asal usul penciptaan dirinya, dan mengira Tuhan telah cukup dengan itu. Dan ketika Tuhannya menguji dengan sesuatu yang menurutnya lebih rendah, Iblis menutup diri, dan bertahan dengan pendapatnya sendiri (kafir akan kuasa Tuhan).
Bahwa sekalipun kita telah bertuhan dengan Tuhan yang benar, bukan berarti kita menjadi pemilik kebenaran itu. Jangan terbalik logika, Tuhanlah pemilik bumi, langit dan seisinya, bukan Tuhan milik kita yang menyaksikan / membenarkan keberadaan Tuhan. Ini adalah peringatan yang sangat keras bagi Kita yang telah mengakui keberadaan Tuhan. Bahwa bertuhan itu adalah terbuka, terbuka pada pendapat yang kita yakini kebenarannya, terbuka pada cara kita menjalankan syariat dari Tuhan, terbuka bahwa Tuhan diatas segala sesuatu, terbuka bahwa Tuhan kuasa atas segala sesuatu. Terhadap cara kita bertuhan, cara kita beribadah kepada Tuhan (syariat), kita hanya menjalani sesuatu yang kita yakini, tetapi kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk sama dengan kita. Kita juga tidak perlu melakukan semua jenis pilihan dalam bersyariat, karena kita hanya satu, tidak bisa membelah diri, tidak bisa melakukan semua pilihan dalam beribadah, maka kita pilih yang dekat dengan kita, yang kita sukai dan yang paling kita mampu untuk melakukannya. Seumpama menuju Tuhan itu harus melewati gunung, sedang jalur mendaki gunung ada empat jalur, kita tidak harus melewati keempatnya bersamaan, karena kita tidak bisa membelah diri, atau melompat dari satu jalur ke jalur yang lain. Kita cukup ikuti jalur yang paling dekat dengan kita, tanpa harus memaksa orang lain lewat di jalur yang sama dengan kita, tidak perlu pula syirik / iri dan menyalahkan orang lain yang melewati tiga jalur yang berbeda dengan kita, toh pada akhirnya puncaknya juga hanya satu.
Mari kita ulangi lagi penurunan dari berita tentang Iblis
“Iblis tidak pernah menutup diri dari bertuhan.”
“Iblis tidak pernah kafir dalam bertuhan.”
“Iblis telah bertuhan dengan Tuhan yang benar.”
Terhadap diri kita sendiri, sudahkah kita bertuhan? Apakah Tuhan yang kita yakini adalah Tuhan yang sebenar-benarnya Tuhan yang menciptakan bumi, langit dan seisinya? Yaitu Tuhan yang sama yang telah menciptakan Iblis. Untuk kita yang masih ragu akan Tuhan, bahkan menutup diri dari bertuhan, sudahkah kita mampu merumuskan rumus mekanika di atas yang dengannya atau dengan turunan rumus itu ataupun integral rumus itu kita bisa tahu kapan mulainya alam semesta ini? Kapan sebuah sub atom, proton, neutron, dan elektron memiliki kehendak, kemudian memutuskan untuk jadi apa dia? Kapan atom-atom itu mulai bergerak dan memutuskan untuk menjadi senyawa? Kapan senyawa-senyawa itu memutuskan untuk membentuk organ? Kapan organ-orang itu memutuskan untuk menjadi individu? Kapan hidup itu dimulai? Rumus itu tidak ada, tidak akan pernah ada, tidak akan pernah ada yang mampu menotasikannya, maka sainstek / ilmu pengetahuan saat ini wajib bertuhan. Aneh saja bagi manusia yang memutuskan untuk tidak bertuhan / atheis / agnothis, padahal ia hanya menemukan dirinya tiba-tiba sudah ada dan hidup didunia ini. Ia juga tidak mampu menjelaskan bagaimana ia yang asalnya mati, kemudian hidup, kemudian mati lagi, kemudian hidup lagi! Siapakah zat yang hidup dan memberi kehidupan? Aneh saja, dan sangat aneh.
Mencoba Mengindra ke Tuhan
Sudah pasti ada sesuatu di sana yang memulai segalanya, Dia itu hidup dan tetap hidup. Dia itulah Tuhan. Jika kemudian untuk percaya Tuhan itu ada, kita mensyaratkan Dia (Tuhan) itu harus kasat mata atau bisa kita indra dengan satu atau kelima indra kita. Mari saya temani mengukur kemampuan indra kita, dan ijinkan saya sampaikan sudut pandang saya dalam menggunakan panca indra. Saya akan mengambil satu indra dari kelima indra yang jangkaunnya paling jauh. Misalkan indra perasa / lidah hanya akan mendeteksi sesuatu yang menyentuhnya yaitu lidah yang berarti sesuatu itu harus masuk kedalam mulut kita.
Kemudian indra peraba, hanya mampu mendeteksi yang sesuatu yang mampu kita sentuh, dengan tangan, kulit. Indra penciuman, sudah cukup mampu meremot / mentele sesuatu yang diindranya asalkan ada media yang mengalirkannya sampai ke hidung. Kemudian indra pendengaran, telinga sudah cukup bisa mendeteksi sesuatu yang jaraknya cukup jauh, dengan syarat suara yang dideteksi cukup keras untuk didengar. Pilihan terakhirnya adalah penglihatan, ini bisa mendeteksi sesuatu yang cukup jauh sampai pada kita bisa melihat sesuatu tapi kita tidak bisa mendengar bunyinya, tentu saja tidak tahu aroma, tekstur dan rasanya. Baik kita akan menggunakan mata untuk mengindra Tuhan supaya kita bisa yakin bahwa Tuhan itu benar-benar ada. Mari kita perkirakan jarak terjauh jangkauan mata. Misalkan jarak pandangan kita ke cakrawala / horizon adalah sejauh 400 km, maka kita buat sebuah lingkaran dengan diameter tersebut. Kemudian lingkaran itu kita bandingankan dengan seluruh permukaan bumi, seberapa perbandingan antara jarak pandang kita ke horizon dibandingkan dengan permukaan bumi? Berikut ini saya buatkan gambar perbandingan tersebut.
Gambar perbandingan jarak padang dengan permukaan bumi.
Gambar ilustrasi jarak
padang dengan permukaan bumi
Dari data ilustrasi di atas, satu titik biru adalah perkiraan jangkauan mata melihat ke arah horizon atau cakrawala, diperlukan sekitar 5.500 titik biru untuk menutup seluruh area permukaan bumi. Dalam arti lain, kita hanya melihat 1 dari 5.500 area yang ada, bahkan dalam kenyataanya ada banyak batasan yang mengganggu penglihatan mata kita. Kenyataannya kita mampu melihat radius 50 Km ke cakrawala merupakan kondisi yang sangat baik, yang artinya perkiraan di atas bisa semakin kecil lagi. Perbandingannya, Kita bisa melihat 1 area dari 14.400 area, sekitar 0,007% saja.
Penggambaran atau ilustrasi di atas sama hal dengan ilmu dan pengetahuan kita, segala sesuatu yang kita ketahui, tidak lebih banyak, tidak lebih besar dari ketidaktahuan kita. Semua ilmu pengetahuan kita sangat kecil dibandingkan dengan ketidaktahuan kita. Segala sesuatu yang tidak ketahui sama halnya dengan gaib atau tidak tampak atau tidak tahu. Itu baru perbandingan denga permukaan bumi, belum perbandingan dengan jagat raya. Rasanya perbandingan antara hal yang kita ketahui dengan jagat raya, satu per desilliun (1033) itu terlalu besar, menurut perhitungan saya bahkan lebih kecil dari itu.
Saya kira sudah lebih dari cukup data perbandingan antara sesuatu yang kasat mata dengan keseluruhan semesta. Kita untuk bisa percaya, percaya sampai benar-benar yakin, sangat yakin bahwa di luar batas jangkauan mata kita jauh lebih banyak, jauh lebih besar daripada semua hal yang mampu kita lihat. Ini artinya untuk yakin bahwa ada hal-hal lain di luar sana maka indra kita tidak dibutuhkan. Sesuatu yang kita perlukan adalah membebaskan akal kita supaya tidak terpenjara dalam indra. Akal kita bisa bebas menerka, melogika bahwa di luar batas jangkauan indra ada juga yang serupa dengan itu dan itu lebih besar dari apa yang mampu kita lihat, dengar, sentuh, cium ataupun rasa.
Mari kita lihat bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berjalan / berprilaku? Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berperilaku bahwa hanya sesuatu yang bisa teramati, terukur dengan alat ataupun tanpa alat yang bisa dipercaya dan diyakini itu ada. Selain dari itu maka dikatakan tidak saintifik, tidak ilmiah dan tidak masuk akal. Ilmu pengetahuan saat ini mendoktrin kita hanya yang teramati, terukur oleh kelima indra atau dengan alatlah yang bisa diyakini ada. Ilmu pengetahuan saat ini secara halus memerintahkan kita untuk memenjarakan / mengisolasi akal kita, selain yang tidak teramati oleh indra ataupun dengan alat maka sesuatu itu tidak perlu dipercaya apalagi sampai diyakini, sesuatu itu tidak ada. Diamlah sebentar dan fikirkan itu semua, apakah kita juga sudah beranggapan seperti itu? Tuhan itu tidak tampak, bisa jadi Tuhan tidak ada! Bisa jadi kita percaya Tuhan ada tapi belum sampai yakin, karena masih bertanya mengapa Tuhan tidak tampak oleh mata? Berhentilah! Berhenti sejenak, dan bebaskan akalmu, jangan penjarakan akalmu dengan batas indra! Biarkan akalmu bebas, berlogika, ada sesuatu di luar batas indra. Hal itu kita percaya dan kita sangat yakin itu ada. Jangan kita pejarakan akal kita seperti cara kerja ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita tetap berilmu, berpengetahuan, dan menggunakan teknologi tapi dengan cara terbuka, bukan terisolasi dan terpenjara oleh indra. Sebagian besar dari kita mungkin telah terbuka dalam berilmu, berpengetahuan, dan mahir dalam menggunakan teknologi.
Mudah bagi kita percaya bahwa di luar batas penglihatan kita, setelah cakrawala, di balik tembok, di belakang gunung, di balik itu semua ada sesuatu. Setelah cakrawa kita percaya ada pulau lain, ada laut lain, ada samudra lain. Di balik tembok kita percaya ada ruangan lain, ada tanah lapang, ada gedung lain. Di belakang gunung kita percaya di sana ada desa lain, ada danau, ada sungai, ada pulau, bahkan ada gunung lain. Tetapi ketika mendengar kata Tuhan, otak Kita seperti mentok, logika kita terjadi short / hubungan pendek, akal kita langsung terpenjara dalam batas indra, cara nalar kita langsung bekerja seperti syarat ilmiah, bahwa syarat sesuatu itu bisa dikatakan ada, sesuatu bisa diyakini harus bisa diamati, dan diukur dan satuan-satuan tertentu. Begitulah selama ini sangkaan kita terhadap Tuhan, tidak terasa kebiasaan kita berfikir ilmiah, pengajaran berfikir ilmiah yang kita terima, pengajaran berfikir ilmiah yang kita ajarkan, seringkali membuat short logika, short nalar, short akal, tanpa kita sadari. Hal ini sering kali membuat kita jadi manusia setengah, kadang bertuhan, kadang memutus hubungan dengan Tuhan dengan sengaja.
“Di dunia kita bebas melakukan apapun dengan cara kita, di akhirat urusan nanti. Ibadah sebatas pintu rumah ibadah, untuk hidup di dunia adalah mencari laba sebanyak-banyaknya, menguasai sumber daya sebanyak mungkin, memperbudak manusia lain, berkuasa selama mungkin.”.
Kita menghabiskan sebagian besar waktu kita sebagai mahluk yang hidup tertutup di kolong langit dan berjalan di atas bumi dengan keangkuhan tanpa kita sadari. Sebagian besar waktu kita hidup sebagai mahluk tertutup / kafir / cover / terputus dari bertuhan. Sekalipun aku ingatkan bahwa “Kita tidak bisa lepas satu detik pun, seperseribu detik pun dari Tuhan karena seketika itu kita hilang tanpa arti.” Tetap saja akal ini menggeletik dan menegasi, menolak, seluruh badan serasa berteriak ini sangat perih, dan kita tidak suka.
Dari data ilustrasi di atas, satu titik biru adalah perkiraan jangkauan mata melihat ke arah horizon atau cakrawala, diperlukan sekitar 5.500 titik biru untuk menutup seluruh area permukaan bumi. Dalam arti lain, kita hanya melihat 1 dari 5.500 area yang ada, bahkan dalam kenyataanya ada banyak batasan yang mengganggu penglihatan mata kita. Kenyataannya kita mampu melihat radius 50 Km ke cakrawala merupakan kondisi yang sangat baik, yang artinya perkiraan di atas bisa semakin kecil lagi. Perbandingannya, Kita bisa melihat 1 area dari 14.400 area, sekitar 0,007% saja.
Penggambaran atau ilustrasi di atas sama hal dengan ilmu dan pengetahuan kita, segala sesuatu yang kita ketahui, tidak lebih banyak, tidak lebih besar dari ketidaktahuan kita. Semua ilmu pengetahuan kita sangat kecil dibandingkan dengan ketidaktahuan kita. Segala sesuatu yang tidak ketahui sama halnya dengan gaib atau tidak tampak atau tidak tahu. Itu baru perbandingan denga permukaan bumi, belum perbandingan dengan jagat raya. Rasanya perbandingan antara hal yang kita ketahui dengan jagat raya, satu per desilliun (1033) itu terlalu besar, menurut perhitungan saya bahkan lebih kecil dari itu.
Saya kira sudah lebih dari cukup data perbandingan antara sesuatu yang kasat mata dengan keseluruhan semesta. Kita untuk bisa percaya, percaya sampai benar-benar yakin, sangat yakin bahwa di luar batas jangkauan mata kita jauh lebih banyak, jauh lebih besar daripada semua hal yang mampu kita lihat. Ini artinya untuk yakin bahwa ada hal-hal lain di luar sana maka indra kita tidak dibutuhkan. Sesuatu yang kita perlukan adalah membebaskan akal kita supaya tidak terpenjara dalam indra. Akal kita bisa bebas menerka, melogika bahwa di luar batas jangkauan indra ada juga yang serupa dengan itu dan itu lebih besar dari apa yang mampu kita lihat, dengar, sentuh, cium ataupun rasa.
Mari kita lihat bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berjalan / berprilaku? Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berperilaku bahwa hanya sesuatu yang bisa teramati, terukur dengan alat ataupun tanpa alat yang bisa dipercaya dan diyakini itu ada. Selain dari itu maka dikatakan tidak saintifik, tidak ilmiah dan tidak masuk akal. Ilmu pengetahuan saat ini mendoktrin kita hanya yang teramati, terukur oleh kelima indra atau dengan alatlah yang bisa diyakini ada. Ilmu pengetahuan saat ini secara halus memerintahkan kita untuk memenjarakan / mengisolasi akal kita, selain yang tidak teramati oleh indra ataupun dengan alat maka sesuatu itu tidak perlu dipercaya apalagi sampai diyakini, sesuatu itu tidak ada. Diamlah sebentar dan fikirkan itu semua, apakah kita juga sudah beranggapan seperti itu? Tuhan itu tidak tampak, bisa jadi Tuhan tidak ada! Bisa jadi kita percaya Tuhan ada tapi belum sampai yakin, karena masih bertanya mengapa Tuhan tidak tampak oleh mata?
Berhentilah! Berhenti sejenak, dan bebaskan akalmu, jangan penjarakan akalmu dengan batas indra! Biarkan akalmu bebas, berlogika, ada sesuatu di luar batas indra. Hal itu kita percaya dan kita sangat yakin itu ada. Jangan kita pejarakan akal kita seperti cara kerja ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita tetap berilmu, berpengetahuan, dan menggunakan teknologi tapi dengan cara terbuka, bukan terisolasi dan terpenjara oleh indra. Sebagian besar dari kita mungkin telah terbuka dalam berilmu, berpengetahuan, dan mahir dalam menggunakan teknologi.
Mudah bagi kita percaya bahwa di luar batas penglihatan kita, setelah cakrawala, di balik tembok, di belakang gunung, di balik itu semua ada sesuatu. Setelah cakrawa kita percaya ada pulau lain, ada laut lain, ada samudra lain. Di balik tembok kita percaya ada ruangan lain, ada tanah lapang, ada gedung lain. Di belakang gunung kita percaya di sana ada desa lain, ada danau, ada sungai, ada pulau, bahkan ada gunung lain. Tetapi ketika mendengar kata Tuhan, otak Kita seperti mentok, logika kita terjadi short / hubungan pendek, akal kita langsung terpenjara dalam batas indra, cara nalar kita langsung bekerja seperti syarat ilmiah, bahwa syarat sesuatu itu bisa dikatakan ada, sesuatu bisa diyakini harus bisa diamati, dan diukur dan satuan-satuan tertentu. Begitulah selama ini sangkaan kita terhadap Tuhan, tidak terasa kebiasaan kita berfikir ilmiah, pengajaran berfikir ilmiah yang kita terima, pengajaran berfikir ilmiah yang kita ajarkan, seringkali membuat short logika, short nalar, short akal, tanpa kita sadari. Hal ini sering kali membuat kita jadi manusia setengah, kadang bertuhan, kadang memutus hubungan dengan Tuhan dengan sengaja.
Tetap saja ada pertanyaan, selalu ada pertanyaan, “Jika Tuhan benar-benar ada, mengapa kita tidak mendengar kalamNya?” padahal telinga yang kita pakai hanya bisa mendengar pembicaraan sebatas ruangan saja. Sekalipun mudah bagi kita percaya dan yakin jika, di balik tembok ruangan kita, di sebelah rumah kita, ada tetangga kita yang mungkin juga bercakap-cakap, bersenda gurau. Di lingkungan sekitar kita, di kampung kita, di kota kita, di kota-kota seluruh dunia dipenuhi dengan manusia yang berinteraksi, bercakap-cakap, berkomunikasi, ada juga dari jenis binatang yang mengaum, bernyanyi, bersiul, berkokok, mendesis. Ada suara gemericik air, tiupan anging, guntur menggelegar, hujan mengguyur, ombak menggulung-gulung lalu pecah. Kita percaya semua itu ada, kita yakin sangat yakin itu ada, dan kita tidak perlu mendengar langsung untuk percaya, panca indra tidak diperlukan untuk membuat kita percaya ada suara di sana, ada bunyi di sana. Kita tidak perlu menjadi saksi bahwa semua suara itu ada untuk percaya dan yakin, ketahuilah bahwa kesaksian itu membawa konsekuensi untuk dipertanggung-jawabkan. Saya ulangi untuk percaya bahwa Tuhan itu ada, panca indra tidak dibutuhkan, panca indra dibutuhkan untuk mengenali sesama mahluk / ciptaan. Kita hanya perlu membebaskan akal, dengan tidak memenjarakannya, mengisolasinya dalam batas jangkauan indra. Kita dan semesta ini nyata ada, tentu saja harus dimulai dari ada. Kosong / nol / tidak ada, tidak akan pernah bisa membuat sesuatu yang nyata adanya. Tidaklah adil jika syarat mengenal Tuhan harus diterima rangsangnya oleh indra kita yang kemampuannya pengindraanya terbatas.
Satu hal yang pasti, Tuhan itu hidup, tetap hidup, selalu hidup. Tuhan itu Maha Hidup, karena semua yang hidup harus berasal dari yang hidup. lalu seperti apakah Tuhan itu? Jawabannya tidak tahu, di luar jangkauan indra, tak terbatas, tak terhingga. Tentu saja jawaban “tidak tahu” tidak akan membuat kita puas. Tapi “tidak tahu” adalah jawaban yang jujur, dan kejujuran adalah syarat utama untuk percaya, kejujuran adalah syarat untuk bisa iman, kejujuran adalah syarat untuk bisa yakin, benar yakin, sungguh sangat yakin. Semua pertanyaan tentang Tuhan mengenai bentuk, suara, warna, apapun itu yang merujuk, mengerucut, sampai pada sosok, maka jawaban yang paling benar, jawaban yang paling jujur adalah “tidak tahu / ghaib”. Jika ada jawaban yang sampai ada pengambaran, pencitraan, sosok, warna, suara, bentuk, apapun itu, maka tinggalkanlah Tuhan seperti yang digambarkan, dicitrakan itu, karena itu hanyalah hayal belaka, dan dorongan nafsu dalam bertuhan.
Tuhan yang tak terbatas, tak hingga, mustahil bisa dijangkau oleh indra manusia yang kemampuannya terbatas, sekeras apapun kita meretas batas indra yang kita temui dari hasil retasan itu hanyalah mahluk (ciptaan), sehebat apapun kita membayangkan Tuhan, gambar / citra hasilnya cuma hayal saja. Maka jujurlah dalam menjawab, sidiklah dalam berlaku, tentu saja jawaban itu tidak tahu / ghaib. Ya itulah Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang wajib bagi kita bertuhan padaNya, Dialah yang Tuhan yang nyata, wujud, wajib ada, yang tak terbatas, tak terindra, tak tergambarkan, tak tercitra.
Tuhan yang tak hingga, tentu saja mustahil bagi kita untuk menggambarkan, mengilustrasikan, karena tidak satupun dari indra kita yang kemampuannya terbatas, mampu mengindra sesuatu yang tak terbatas, takhingga. Terkait syarat kamu untuk percaya dan yakin bahwa Tuhan harus bisa dilihat atau terindra oleh salah satu indra kita, coba renungkan hal berikut ini. Jika syarat itu harus terlihat, maka Tuhan yang kita lihat itu menjadi tidak adil bagi saudara kita yang tuna netra. Padahal Tuhan itu yang seharusnya adil menjadi tidak adil lagi. Tuhan yang seharusnya Maha Adil, sempurna adilnya, menjadi cela, celah, krowok, karena syarat yang kita berikan. Maka untuk yakin Tuhan itu ada, kita hanya perlu membebaskan akal dari penjara batasan indra, dan mempertimbangkan, membatalkan syarat yang kita ajukan itu.
Lalu siapakah Tuhan itu? Dialah Allah yang Maha Suci lagi Maha Tinggi. Dialah Allah yang satu, Dialah Allah, Tuhan yang mengenalkan diriNya pada Muhammad bin Abdullah. Dialah Allah Tuhan yang diperkenalkan Muhammad bin Abdullah kepada kita. Lalu benarkah Tuhan yang benar itu bernama Allah? Tuhan sang pencipta adalah segala sesuatu yang tak terbatas, tak terkira, tak terjangkau oleh semua indra manusia. Maka tidak ada satupun manusia di bumi ini yang bisa memastikan bahwa Tuhan yang benar itu bernama Allah. Semua perangkat indra manusia hanya bekerja pada batasan tertentu, batas bawah dan batas atas. Sekalipun manusia meretas batas itu, Allah yang tak terhingga mustahil bisa terjangkau dalam batasan indra manusia meskipun batas itu telah diretas. Jadi, tidak ada satupun manusia di bumi ini yang memiliki kapasitas, kuantitas, kapabilitas, kompetensi, kualifikasi, kapabiliti, atau apapun itu istilah untuk menyebut kemampuan untuk memastikan bahwa memang benar Tuhan itu bernama Allah! Karena mustahil bagi manusia dengan perangkat yang bekerja terbatas (indra) memastikan sesuatu yang tak hingga, tak terkira, tak terjangkau.
Manusia dengan indra terbatas, mustahil bisa memastikan, mustahil bisa mengidentifikasi, bahwa benar Tuhan itu bernama Allah. Semua pencarian manusia tentang asal-usul dunia dan seisinya akan berujung pada Sang Pencipta (Tuhan), lalu pada sifat yang melekat pada Tuhan. Tuhan itu Maha Awal (pertama), Tuhan itu Maha Kuasa, Tuhan itu Maha Perkasa, Tuhan itu Maha Pengasih, Tuhan itu Maha Hidup, Tuhan itu Maha Menghidupkan, Tuhan itu Maha Penyayang, Tuhan itu Maha Adil, Tuhan itu Maha Raja (Penguasa Menguasai), Tuhan itu Maha Akhir (terakhir), dan semua sifat Tuhan yang melebur menjadi satu dengan gelarNya. Dan manusia dengan akalnya, akal yang bebas, yang keluar dari isolasi indra, akal yang keluar dari penjara indra, hanya bisa sampai pada batas “Bahwa segala sesuatu ini nyata adanya, disebabkan oleh sesuatu yang nyata, yaitu Tuhan Sang Pencipta.” Sang Pencipta itu memiliki sifat seperti ini, ataupun gelarnya seperti ini. Maka penyebutan sifat dan gelar ini bisa berbeda-beda disetiap bangsa dan bahasa. Sang Hyang Widhi (Yang Maha Tunggal), San Hyang Taya (Yang Maha Takterkira, Takterhingga), Thian Yuan (Yang Maha Esa, Maha Besar), dan sebagainya penyebutan sifat dan gelar Tuhan, boleh berbeda setiap bangsa dan bahasa. Dengan kaidah bahwa Tuhan itu Maha Besar, takterkira, takterhingga, takterbayangkan, maka Tuhan itu tidak boleh berhenti pada sosok, rupa, citra, bayangan tertentu. Maka kita wajib meninggalkan Tuhan yang tersosok pada tokoh tertentu, kita tidak boleh bertuhan pada rupa tertentu, kita tidak boleh bertuhan yang tercitra dalam indra, kita tidak boleh bertuhan dengan bayangan / khayalan tertentu. Kita wajib meninggalkan Tuhan-Tuhan yang berupa tokoh manusia, hewan, gabungan manusia dan hewan. Karena Tuhan yang takterkira, takterhingga, hanya Tuhan sajalah yang bisa mengenalkan diriNya pada Nabi dan RasulNya. Dialah Allah, Tuhan yang mengenalkan diriNya pada Nabi Adam ‘alaihi salam.
Dialah Allah, nama Sang Pencipta yang dikenalkan, dituturkan oleh Nabi Adam ‘alaihi salam, ke nabi-nabi selanjutnya, sekaligus turunannya sampai ke Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam. Kita tidak memiliki pilihan lain selain percaya pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasalam, bahwa Tuhan itu bernama Allah, karena semua sifat pada Tuhan, semua gelar pada Tuhan, semua sebutan terbaik pada Tuhan, ada pada Tuhan yang dikenalkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam. Hanya Allah sajalah yang bisa mengenalkan diriNya pada Nabi dan RasulNya, dan kita umat manusia hanya bisa percaya. Dan apa yang disampaikan oleh Rasullullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam, tentang Allah Subhanahu Wata’ala, terperinci dalam kitab Al-Qur’anul Karim adalah bukti nyata bahwa “Hanya Allah sajalah yang bisa mengenalkan diriNya pada manusia, dan Al-Qur’an adalah bukti bahwa Muhammad bin Abdullah benar-benar utusanNya.” Karena kita tidak bisa meyakini itu jika hanya sebatas klaim, harus bukti terbukukan (kitab) yang nyata terperinci.
Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Maafkan saya jika harus memotong jalur pencarian, pengidentifikasian Tuhan pada Rasullullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam karena memang mustahil memastikan nama Tuhan kecuali Tuhan sendiri yang mengenalkan diriNya pada manusia pilihanNya. Dialah Allah, nama Tuhan Sang Pencipta yang mengenalkan diriNya pada Nabi Adam ‘alahi salam. Dialah Allah nama Tuhan yang dikenalkan Nabi Adam ‘alaihi salam ke anak turunnya. Dialah Allah yang mengenalkan diriNya ke Nabi-nabiNya, Rasul-rasulNya. Dialah Allah yang dikenalkan Rasul-rasulNya ke umatnya. Hanya saja nenek moyang kita segan, merasa tak pantas, merasa tak sopan untuk menyebutnya langsung. Maka yang sampai kepada kita adalah gelar, dan sifat yang melekat padaNya. Dan sebutkanlah namaNya “Allah Allah Allah” langsung untuk meretas batas indra, merobohkan batasan indra, mengikis keraguan dan menyingkat waktu. Itu tidak mengapa, tidaklah apa-apa, karena Allah itu Maha Memaafkan juga Maha mengampuni.
Tidak ada pilihan lain dalam bertuhan, kita hanya bisa bertuhan hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Terkait dengan persaksian kita kepada Allah, dengan 2 kalimat syahadat / persaksian, persaksian itu tidak menjadikan Allah itu adalah milik kita. Allah Subhanahu Wata’ala itu adalah pemilik langit, bumi dan seisinya. Dialah Allah pemilik jagat raya / semesta ini, jangan terbalik logika. Jangan pernah menyangka bahwa dengan persaksian ini, menjadikan Allah milik kita. Jangan pernah mengira bahwa Allah menjadi hak orang yang membuat kesaksian padaNya.
Telah benar kita menyatakan persaksian kita dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, tetapi tidak benar jika kita menjadi pemilik kebenaran itu. Ketika kita menjadi saksi bagi orang lain yang menyatakan kesaksiannya akan “Tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah.”, kita tidak punya hak, kuasa ataupun wewenang untuk memustuskan bahwa persaksian itu syah atau batal. Karena batas pengetahuan kita atas kesaksian orang lain hanya sampai pada apa yang kita dengar dan apa yang kita lihat, maka hal itu tidak bisa digunakan untuk mengesahkan atau membatalkan kesaksian orang lain, sekalipun dalam mengucapkan persaksiannya orang tersebut tidak begitu lancar, fasih, tetap saja hal itu tidak sampai pada batalnya persaksian tersebut. Syah atau batalnya kesaksian seseorang hanya hak Allah saja. Seluruh jagat raya ini adalah milik Allah Subhanahu Wata’ala.
Bumi dan langit dengan segala isinya adalah milik Allah, dan kebenaran mutlak hanyalah milikNya. Maka bagi kita yang telah menyatakan dua kalimat persaksian jangan terbalik logika, dan juga menyempitkan makna bahwa “Allah adalah milik orang-orang yang memberi / melakukan persaksian.”. Jangan pula mempersempit makna bahwa kasih sayang Allah hanya boleh diberikan kepada mereka sujud kepadaNya saja. Jangan pula merasa bahwa kebenaran hanya untuk mereka yang telah memberikan persaksian. Jangan pula meminta pembenaran dari Allah tentang semua perbuatan kita. Jangan pula memaksakan kebenaran walaupun itu berdasarkan dalil, jangan pula meminta pembenaran dengan dalil-dalil. “Laa ilaha illallah” adalah kalimat yang mutlak benar, tidak peduli siapapun yang mengucapkan kalimat itu, maka kalimat itu meleburkan, subyek yang mengucapkan itu. Maka tidak boleh seorangpun mengklaim kepemilikan kalimat itu, tidak boleh ada orang, kelompok orang, perkumpulan, firqah, tarikat, yayasan, badan, oraganisasi apapun itu sebutannya yang mengklaim bahwa syah atau batalnya kalimat persaksian atapu kalimat “Laa ilaha illallah” hanya dari tarikatnya, kelompoknya, organisasinya, badannya. Maka tidak boleh ada istilah “Allahku, Allahmu, Allah kita, Allah mereka”. Allah adalah pemilik bumi langit dan seisinya, maka istilah “Allahku, Allahmu, Allah kita, Allah mereka” BATAL / BATIL / SALAH untuk digunakan jika nama Allah itu disamakan artinya dengan Tuhan, God, Gusti, dan lain sebagainya sebutan untuk Tuhan. Karena hal itu bisa bermakna ada banyak Tuhan, sedangkan
Tuhan itu satu yaitu Allah subhanahu wata’ala saja. Adapun ketika berdo’a kita menggunakan kata sapaan “Ya Tuhanku, Wahai Tuhan kami” maka kata sapaan itu bukan berarti milik, akan kata sapaan itu menunjukkan kehambaan, ketaatan, ketundukkan, kelemahan, ketakwaan dari hambaNya. Kata sapaan “Ya Tuhanku, Ya Tuhan kami” adalah cara dari hambaNya untuk mendekatkan diri, tunduk dan penuh harap, bukan untuk mengklaim kepemilikan akan Tuhan. Bukan pula untuk mempersempit kasih sayang Tuhan hanya untuk dirinya atau kaumnya atau kelompoknya saja. Karena hal seperti itulah Iblis menganggap Tuhan adalah miliknya, merasa benar dan menuntut dibenarkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Janganlah sampai kita menempati kedudukan Iblis, dengan beranggapan bahwa Allah adalah milik orang-orang yang bersujud kepadaNya, Allah hanya boleh sayang kepada orang yang memberikan kesaksian atasNya. Menjauhlah dari maqam / tempat / kedudukan Iblis. Jangan pernah berharap, bahkan meminta bahwa “Allah subhanahu wata’ala yang menciptakan langit bumi dan seisinya dengan semua suku, ras, manusia dan jin” untuk berpilih kasih terhadap ciptaanNya yaitu orang-orang yang memberikan kesaksian saja. Jangan pernah meminta kepada Allah yang Maha Pengasih untuk berpilih kasih. Bertuhanlah hanya kepada Allah subhanahu wata’ala saja tanpa menyekutukan sedikitpun, tetaplah berserah diri menjadi muslim dan tetaplah terbuka terhadap segala sesuatu kemungkinan. Karena Tuhan kita adalah Allah subhanahu wata’ala yang berkuasa atas segala sesuatu, juga berkuasa melakukan segala sesuatu. Selalulah waspada untuk tidak menempati maqam / kedudukan Iblis dengan menutup pemikiran, pendapat dan penafsiran. Karena kafir-nya Iblis bukanlah tidak bertuhan tetapi menutup diri, pemikiran dan pendapatnya dari kuasa Alllah subhanahu wata’ala. Tetaplah waspada dan hati-hati terhadap dirimu sendiri.
Tanda-tanda mengenal Tuhan dan Makrifatullah
Bismilllahi
Rahmanir Rohimi,
atas nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tidak ada seorang
manusia pun yang terlahir di dunia ini, sampai kemudian mati kecuali telah
dicukupkan tanda-tanda untuk mengenalNya, Allah subhanahu wata’ala. Hanya saja
tidak semua orang menyambut tanda itu, sebagian orang mengabaikan tanda itu,
menghiraukannya, menganggapnya hanya angin lalu. Padahal “angin lalu” juga bagian
dari tanda-tanda itu.
Einstein dengan teori relativitas waktunya,
waktu hanyalah ilusi yang tercipta karena memori manusia untuk membedakan sesuatu
yang telah terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi (masa lalu, masa kini, dan
masa depan). Akan tetapi ketika bergerak dengan kecepatan cahaya, masa lalu,
masa kini dan masa depan terjadi pada saat yang bersamaan. Einstein menutup teorinya sampai pada waktu itu sendiri, pada benda
fisik yang terdampak waktu itu. Einstein tidak
meneruskan pertanyaanya pada “Siapakah yang mampu bergerak dengan kecepatan
cahaya?, Jika cahaya adalah gelombang, sumber dari pacaran cahaya adalah benda
mati, Siapakah yang mengerakkan benda mati itu? Karena hanya yang hidup saja
yang bisa bergerak. Jika semua benda itu asalnya mati, dari manakah datangnya
kehidupan itu? Karena hanya yang hidup yang mampu memberikan kehidupan.”.
Bagi
siapakah kejadian masa lalu, masa kini dan masa depan terjadi bersamaan?
Jawabanya ada pada matematika, yaitu satu, iya hanya satu.
1 X masa lalu =
masa lalu (L)
1 X masa kini =
masa kini (K)
1 X masa depan = masa
depan (D)
1 X L = 1 X K = 1 X D,
1 (satu)*
Satu tak terikat oleh waktu, tak terpenjara dalam ruang,
karena ia pemilik ruang dan waktu.
Faktor
pembentuk / penciptaannya masa lalu, masa kini dan masa depan ya hanya satu,
dan hanya “satu” dimana masa lalu, masa kini dan masa depan terjadi bersamaan
saat ini juga. Faktor atau sebab terjadinya semua bilangan / angka, ya satu, “
2 adalah 1 X 2; 3 adalah 1 X 3; 4 adalah 1 X 4, 2 X 2; 5 adalah 1 X 5; 6 adalah
1 X 6, 2 X3” maka tiada ada bilangan yang sebab atau faktornya tanpa angka satu.
Siapakah satu itu, yaitulah Tuhan. Baca artikel saya tentang angka
1 sampai 10, nol
satu dan tak hingga, konsep
bilangan prima.
Einstein dan
para ilmuan modern berlaku tertutup terhadap teori dan metodenya, sehingga
mereka menegasikan / menolak eksistensi Tuhan. Mereka berlaku tertutup / kafir
/ cover pada teori / pendapatnya dan juga pada metodologinya, sehingga mereka
menganggap temuannya adalah akhir, simpulannya adalah kebenaran mutlak.
Sebetulnya tidak ada masalah dengan metode dan teori sampai pada penetapan
hukum tentang sesuatu, asalkan juga menyertakan syarat bahwa hukum itu hanya
berlaku jika semua syarat dan kriterianya terpenuhi, jika di luar itu maka ada
faktor X yang bisa mengubah segalanya. Faktor X itulah kuasa Tuhan, tetapi
mereka terlanjur tertutup, dan mengira simpulannya akan teori dan hukumnya
adalah final. Para ilmuan itu mengira bahwa mereka telah sampai pada akhir,
padahal mereka butuh meneruskan tanda itu sampai pada zat yang menjadikan semua
itu ada. Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tentu saja, tidak
berpilih kasih dalam memberikan
tanda-tanda untuk mengenalNya, hanya keputusan dan pilihan dari mahluk saja
yang secara sadar memutus dan menutup tanda – tanda itu. Maka tidak akan ada
pertanyaan “Mengapa Allah tidak memberikan petunjuk / tanda-tanda
keberadaanNya?” pada hari kebangkitan nanti. Dan bersiaplah untuk hari itu
mulai saat ini.
Sebagian
dari kita juga ada yang menyambut tanda-tanda
itu, menelusurinya, mengikuti sampai mana tanda itu berhenti, siapa yang ada
dibalik tanda-tanda itu, tanda-tanda itu datang dari Tuhan, dilanjutkan
pencarian, Tuhan itu seperti apa? Tuhan itu siapa? Tuhan itu bagaimana? Dari
pencarian itu, ada yang berhenti pada Tuhan itu adalah sosok, figur, tokoh,
wujud / bentuknya seperti ini, hidup di zaman ini. Sebagian lagi sampai pada
bahwa Tuhan itu satu, Tuhan itu tak terkira, Tuhan itu tak tercitra, Tuhan itu
yang memiliki kehendak, Tuhan itu Sang Maha Hidup. Iya, memang benar, Ia telah
sampai pada tangga terakhir dalam mengenal Tuhan. Ketika sampai pada tangga
terakhir mengenal Tuhan, janganlah kita merasa bangga, sombong, memamerkan
dengan pencapaianmu pada tangga terakhir mengenal Tuhan (makrifat). Ketika
makrifat ( mengenal Tuhan ) janganlah lantas merasa hebat dengan makrifatnya,
janganlah pula merasa bisa melakukan apapun semau-maunya karena telah mengenal
Tuhan. Jangan pula merasa benar dengan makrifatnya, kemudian membenarkan apapun
tidakan / perilaku kita. Hati-hatilah, karena yang makrifat itu bukan hanya kamu,
karena tanda-tanda mengenal Tuhan itu diberikan / disampaikan pada setiap
manusia dan jin yang yang pernah hidup tanpa terkecuali. Allah yang Maha
Pengasih, tidak pernah berpilih kasih dalam memberikan tanda-tanda untuk
mengenalNya baik dari golongan jin maupun golongan manusia. Karena yang
makrifatullah (mengenal Allah subhanahu wata’ala) bukan hanya kamu tetapi juga
Iblis. Iblis itu makrifatullah, tapi Ia sombong dengan makrifatnya, maka
janganlah kamu yang makrifatullah menduduki maqam Iblis yaitu menjadi congkak,
sombong, merasa benar dan selalu minta dibenarkan. Mengenal Tuhan (makrifat)
bukan sesuatu yang istimewa, sehingga engkau membanggakannya, sombong
dengannya, dan merendahkan mereka yang belum sampai pada tangga yang sama
dengan yang kamu capai. Tetaplah hati-hati jangan sampai masuk dalam kedudukan
Iblis.
Mengenal Tuhan adalah hal yang biasa, karena tanda-tanda untuk mengenalnya diberikan kepada semua umat manusia dan jin tanpa kecuali, tanpa pilih kasih, tanpa kurang. Semua tanda-tanda untuk mengenal Tuhan diberikan dengan cukup dan pas. Karena itu ketika kita telah sampai pada tangga terakhir mengenal Tuhan (makrifat), maka makrifat itu membuat kita tunduk, tawaduk. Makrifatullah itu, kita mengetahui bahwa Allah itu tak terbatas, tak terhingga ( Allah Maha Besar, Allahu Akbar), maka dari sisi mahluk, kita juga telah tahu sampai mana batas kemampuan, sampai mana batas yang bisa dijangkau oleh indra?, sampai mana batas kita menalar?, sampai mana batas akal memastikan siapa nama Tuhan itu sebenarnya?
Allah dan MalaikatNya
Manusia
dengan segala keterbatasannya, terbatas jangkauan indranya, terbatas jarak
jangkaunya, terbatas ruang geraknya, terbatas waktu hidupnya, terbatas
nalarnya, maka mustahil bagi manusia untuk bisa memastikan nama Tuhannya
sebenarnya. Oleh karena itu tangga terakhir mengenal Tuhan, hanya sampai pada
segala sesuatu yang nyata di dunia, pasti ada sebab / yang menyebabkan itu ada dan itulah Tuhan. Tuhan itu nyata adanya, dan
Dia tak terbatas / tak hingga / Maha Besar, nalarnya adalah Tuhan itu tidak
mungkin kita ketahui namaNya kecuali Tuhan sendiri yang mengenalkan dirinNya
kepada hambanya. Hamba Tuhan itu bukan kamu yang telah mencapai makrifat, bukan
aku, bukan kita semua yang mengikuti tanda-tanda dari Tuhan sampai pada tangga
terakhir mengenal Tuhan (makrifat). Hamba utusan Tuhan itu adalah Muhammad bin
Abdullah bin Abdul Munthalib, ya dialah Rasullullah dan dialah utusan yang
terakhir. Karena semua ciri-ciri dan sifat-sifat Tuhan yang kita capai dengan
makrifat telah terbukukan dalam kitab Al Qur’an. Dan Al Qur’an adalah bukti
keabsahan / keshahihan / legalitas bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abdul
Munthalib adalah benar-benar seorang nabi dan rasul. Di dalam Al Qur’an juga
telah diberitakan bahwa “Muhammad adalah seorang Rasul (utusan) dan penutup
nabi-nabi” jadi tidak ada nabi maupun rasul lagi setelahnya. Maka bagi kita
yang telah mencapai makrifatullah, tidak ada jalan lain kecuali menyerahkan
diri, tunduk, patuh, tawaduk dan menetapi syariat Muhammad Rasullullah
shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan bagi siapapun yang menyombongkan dirinya
dengan makrifatnya, dan berbuat semaunya saja, maka ia harus membawa bukti yang
lebih hebat dari Al Qur’an, bukan sekedar klaim atau hanya cerita fantasi
layaknya fatamorgana. Itulah dua macam sikap dalam menanggapi tanda-tanda dari
Tuhan, dan sebagian besar dari kita acuh begitu saja terhadap tanda-tanda itu.
Selain
Iblis, ada kelompok lain
yang mau bersujud kepada Adam alaihi salam, yaitu golongan malaikat dan tetap
menjadi malaikat. Siapakah para malaikat itu? Apakah mungkin anak turun dari
Nabi Adam alaihi salam juga diperkenankan menundukan malaikat? Apakah
menundukan malaikat terlalu berlebihan bagi anak turun Nabi Adam alaihi salam?
Apakah berita tentang nama-nama dan malaikat bersujud, cukup berhenti pada Nabi
Adam alaihi salam saja? Baik, mari kita mengenal dulu nama-nama malaikat. Ada
Jibril adalah malaikat yang menyampaikan wahyu, ada Mikail, malaikat yang
membagikan rejeki, ada Israfil, Izrail, Rakib, Atid, Ridwan, Malik, Mungkar,
Nakir, salam bagi semua malaikat tersebut dan yang tak tersebut. Apakah ada malaikat selain yang sepuluh itu?
Kok itu dikatakan yang tak tersebut! Menurut saya ada, menurut saya ketika
Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan untuk menciptakan semesta ini, langit
dan bumi berserta isinya, maka ketetapan itu ditulis dalam kitab Lauhulmahfudz.
Lauhulmahfudz adalah cetak biru / blue
print jagat raya. Didalamnya ditulis bagaimana jagat raya ini dibangun dan
ditumbuhkan. Untuk membangun jagat raya ini bahannya telah ditentukan termasuk
cara membangun atau menumbuhkan jagat raya ini telah ditulis dalam kitab
Lauhulmahfudz itu. Sejumlah cara atau aturan dalam membangun atau menumbuhkan
jagat raya itulah yang kemudian disebut dengan malaikat.
Malaikat
adalah semua ketetapan / aturan / protokol yang mengikat / mengatur semua hal
dari awal jagat raya dibentuk / dibangun, kemudian ditumbuhkan sampai akhir
dari jagat raya. Maka ada banyak malaikat, ada banyak aturan dalam jagat raya
ini, dari awal dibentuk, kemudian saat ini berlangsung, menuju nanti akhir dari
jagat raya. Maka ada banyak malaikat selain yang kita kenal namanya sejumlah
sepuluh itu tadi. Malaikat yang sejumlah sepuluh itu merupakan sejumlah aturan
/ protokol yang fungsinya mengantarkan / mentransmisikan segala sesuatu dari
Allah subhanahu wata’ala kepada mahluknya dan juga sebaliknya. Tentu saja
sejumlah aturan / protokol itu tidak mungkin kita tangkap dengan kelima panca
indra kita, tapi ada kalanya malaikat diberi kuasa untuk melakukan korespondesi
dengan hamba pilihanNya yaitu dengan menyerupakan dengan bentuk mahlukNya. Ya
kepada para nabi dan rasul, ada kalanya malaikat sepuluh itu bisa menampakkan
wujud untuk mengajarkan sesuatu, menerangkan, atau menyampaikan jawaban dari
Allah subhanahu wata’ala. Tapi bukan itu wujud asli malaikat, wujud aslinya
jelas tidak mungkin bisa ditangkap oleh indra. Jika ada malaikat / aturan yang
fungsinya melakukan korespondesi / antarmuka / menghubungkan, tentu ada
malaikat / protokol / aturan yang fungsinya mengikat sifat mahluk / benda /
materi. Malaikat yang mengikat mahluk / sifat benda tidak dikenalkan namanya
kepada kita. Untuk mengenal malaikat yang mengikat materi tentu saja kita harus
mengenal nama benda / materi itu, lalu kita pelajari sampai kita bisa
menurunkan sifat-sifat yang mengikat benda atau materi itu. Maka dengan demikian
kita telah mengenali, mengetahui malaikat yang mengikat mahluk / materi. Sifat-sifat
yang mengikat benda adalah unit terkecil dari malaikat sehingga ia tidak bisa
lepas / bebas dari semua aturan / sifat yang melekat padanya.
Contoh
mengenali malaikat /
aturan / protokol pada benda, kita ambil contoh air. Kita mengenalnya dengan
nama “air”, lalu kita amati sampai kita dapat sifat-sifat dari air seperti, air
selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, air selalu
menyebar ke segala arah, air memiliki permukaan yang datar atau tenang, air
menempati ruang, air melarutkan, dan sebagainya. Maka dengan bisa menurunkan
sifat-sifat air, kita juga telah mengenal malaikat yang mengikat air. Saat ini
kita juga telah tahu bahwa air bukanlah unsur murni. Air ternyata adalah
senyawa dari dua unsur murni yaitu hydrogen dan oksigen. Hydrogen memiliki
sifat-sifat zat sendiri, oksigen juga memiliki sifat-sifat zat sendiri. Ketika
hydrogen dan oksigen membentuk senyawa air maka juga memiliki sifat uniknya sendiri.
Sifat-sifat unik yang mengikat unsur murni / atom, sifat-sifat unik ketika
atom-atom membentuk senyawa, sejumlah sifat-sifat itu adalah sejumlah malaikat
/ aturan / protokol yang mampu kita kenali / kita identifikasi, dan nama
malaikat itu melekat pada nama benda / materi / senyawa / unsur.
Di era saat
ini, kita telah banyak mengenal nama benda, nama senyawa / molekul, nama
unsur-unsur murni di alam. Hari ini kita telah mengenal banyak nama-nama unsur
murni dan kita telah mengidentifikasi sifat-sifat dan unsur murni tersebut. Seberapa
banyak kita mengenal nama benda, nama unsur? Seberapa kita mengenali
sifat-sifat benda, sifat-sifat unsur? Maka sebanyak itu pula kita telah
mengenali nama-nama malaikat / aturan / protokol yang mengikat benda / materi
dan unsur padanya. Apakah dengan mengenali banyak malaikat yang mengikat materi
serta-merta membuat kita bisa menundukan malaikat ataupun materi yang
diikatnya? Tentu saja tidak, untuk menundukan malaikat yang mengikat materi,
kita butuh banyak pengetahuan tentang nama benda, nama unsur, sifat benda,
sifat unsur, kemudian kita juga mengamati pengaruh dari satu benda ke benda
lain. Perlu juga kita membuat sistem mekanis, atau aturan bagaimana semua itu
saling terhubung dan bekerja sesuai keinginan kita. Ketika sistem mekanis
tersebut berjalan dan ada manfaat yang kita dapat darinya, maka saat itulah
kita telah menundukan malaikat – malaikat yang mengikat unsur / benda tersebut untuk bekerja pada kita. Jadi masa
sekarang ini, di jaman ini, jika kita mengenali benda / barang / produk yang
kita gunakan sehari-hari, yang manfaatnya kita rasakan, maka di situ ada banyak
malaikat yang bekerja untuk kita sehingga benda itu bekerja sesuai dengan
fungsi yang kita inginkan. Dari sisi kita, sistem mekanis itu bekerja sesuai
keinginan kita, tetapi dari sisi malaikat pengikat sifat benda / sifat unsur,
ia hanya tunduk dan bertasbih kepada Allah subhanahu wata’ala saja.
Mari kita
ambil sebuah contoh sistem mekanis yang cukup kompleks, salah satunya adalah
listrik. Kita ambil contoh listrik tenaga air. Untuk membangun listrik tenaga
air kita butuh sifat air yang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang
rendah. Kemudian kita juga perlu memahami magnet dengan sifatnya yang menarik
benda dengan unsur logam. Ketika magnet mampu menarik benda terbuat dari logam,
maka di sana ada daya / kekuatan untuk menarik itu. Logam sendiri meneruskan /
menginduksikan daya tarik dari magnet sampai ke ujung logam itu. Dari sini kita
butuh pengetahuan yang cukup tentang magnet, teknik pembuatan magnet, kita
butuh pengetahuan yang cukup tentang unsur-unsur logam dan teknik permurnian logam.
Karena logam di alam ditemukan dalam bentuk senyawa, dan sedikit yang dalam
bentuk logam murni seperti emas atau platina. Kita juga perlu tahu tentang
batas-batas daya yang mampu ditahan / ditanggung oleh logam itu. Setelah semua
pengetahuan itu, kita butuh membuat sistem mekanis pembangkit listriknya. Kita
butuh menampung sejumlah air dengan membuat bendungan. Di sini kita sudah
mengisolasi air, kemudian kita juga butuh mengalirkan air dengan aliran konstan
/ tetap. Pada air yang bergerak mengalir itu kita pasangakan turbin yang
terhubung dengan generator. Dalam
generator itu ada magnet yang dibalut oleh kumparan. Maka aliran air,
menggerakan turbin, turbin terhubung ke generator yang didalamnya memainkan
magnet dalam kumparan. Sehingga daya menarik dari magnet dimainkan, hal ini
seperti bermain mendorong dan menarik secara terus menerus, kemudian daya itu
diteruskan oleh logam dengan sifatnya menginduksikan daya sampai ke ujung. Daya
yang dihasilkan pun perlu kita hitung batas atas, dan batas bawahnya. Di sini
kita juga butuh pengetahuan tentang perhitungan. Dibutuhkan daya yang sangat
besar bisa menghantar daya listrik yang dihasilkan pembangkit sampai disalurkan
ke tempat yang jauh hingga ratusan kilometer. Kemudian juga butuh penurunan
daya / pengurangan daya sampai dinilai cukup aman untuk digunakan. Sampai pada
daya itu kita manfaatkan lagi, menjadi cahaya, menjadi gerak / kipas, menjadi
pendingin, menjadi suara dan lain sebagainya.
Semua hal di
atas bisa kita lakukan dengan syarat kita memiliki banyak pengetahuan akan
nama-nama, banyak pengetahuan tentang sifat-sifat dari nama-nama benda,
pengetahuan tentang teknik dan mekanis. Untuk sampai pada era saat ini,
dibutuhkan perjalanan panjang ratusan tahun untuk mengenali nama-nama,
menurunkan sifat-sifat dari nama-nama, mengetahui teknik isolasi / memenjarakan
salah satu sifat atau beberapa sifat, butuh banyak pengetahuan tentang
perhitungan, butuh pengetahuan pengaruh benda satu dengan benda yang lain, dan pengetahuan-pengetahuan lain. Hasilnya
hari ini mengetahui macam-macam perangkat yang kita gunakan / manfaatkan
sehari-hari. Pada perangkat-perangkat itu ada banyak sifat-sifat benda yang
saling bekerja, maka di perangkat-perangkat itu ada banyak malaikat bekerja dan
tunduk sesuai fungsi yang kita ingginkan. Para malaikat tetap tunduk pada
fungsi mengikat sifat benda, dan tetap tunduk pada sunatullah, dan tetap
bertasih kepada Allah subhanahu wata’ala. Akan sangat rugi jika hari ini, apa
yang kita lihat, yang kita dengar, yang kira rasa dengan lidah dan tangan kita,
yang kita cium dengan hidung kita, jika semua itu tidak mengingatkan kita akan
Tuhan. Akan sangat rugi jika semua itu tidak bisa membuat kita bertasih kepada
Tuhan, padahal pada semua itu ada banyak malaikat tetap bertasih pada Allah
subhanahu wata’ala, rugi jika kita tidak juga bertasbih bersama mereka. Akan
sangat rugi jika semua itu tidak juga membuat kita untuk memuji Alllah subhanahu
wata’ala. Ya Allah, tidaklah Engkau
ciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engku, Segala Puji Bagimu, dan
lindungilah kami dari siksa neraka.
Kini
kita tahu bahwa sujudnya
malaikat kepada Nabi Adam alaihi salam dikarenakan Nabi Adam alaihi salam
diberi pengetahuan akan nama-nama sekaligus sifat-sifat dari nama-nama, maka
semua malaikat itu diperintahkan untuk tunduk bersujud kepada Nabi Adam alaihi
salam. Dan bagi siapapun anak turun Nabi Adam alaihi salam, yang menguasai
banyak ilmu, mengerti banyak sifat-sifat dari benda-benda / materi, mampu
membuat sistem mekanis apapun itu, maka ia telah menundukan beberapa malaikat
untuk mau bekerja untuknya. Oleh karena itu,
penting bagi kita untuk bisa menguasai banyak ilmu, menghapal banyak
nama, mengerti sifat-sifat materi, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah
subhanahu wata’ala. Kita bertasbih dengan semua pengetahuan itu yang dikuasakan
kepada kita, juga sebagai generasi penerus dari Nabi Adam alaihi salam. Kita
harus berusaha dan berupaya menguasai ilmu pengetahuan, sebagai turunan dari
Nabi Adam alaihi salam yang mana ilmu pengetahuan itu sampai pada mengenal
malaikat, juga sampai kepada mengenal dan memahami Allah subhanahu wata’ala.
Semua ilmu itu mengingatkan kita kepada Allah subhanahu wata’ala, dan terus
mengingatkan saudara kita yang ilmunya hanya sampai pada zat / materi saja.
Malaikat-malaikat
yang sujud kepada Nabi Adam alaihi salam adalah semua malaikat yang mengikat
benda materi yang nama-namanya telah disebutkan olehnya tapi juga malaikat-malaikat
yang tugasnya melakukan korespondesi / tatap muka / antar muka yang kita kenal
jumlahnya sepuluh (Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Ridwan, Malik, Rakib, Atid,
Mungkar, Nakir, salam bagi semuanya). Kepada para nabi dan rasul malaikat itu
diijinkan menampakan diri dengan rupa-rupa tertentu, tetapi kepada anak cucu
Nabi Adam alaihi salam, hanya bisa dikenali ketika ia berfikir dan merenungkan
semua yang telah terjadi atau sedang terjadi. Allah subhanahu wata’ala telah
mencukupkan tanda-tanda mengenalNya kepada semua umat manusia yang terlahir ke
dunia ini tanpa kecuali. Tanda-tanda mengenal Allah subhanahu wata’ala itu
disampaikan oleh malaikat Jibril alaihi salam, tapi ketika unit terkecil dari
malaikat Jibril alaihi salam datang, banyak dari kita tidak menyadarinya.
Sebagai contoh berikut, dimana ada unit terkecil malaikat Jibril telah datang
kepada kita.
“Di awal
film Ratatouille ketika Remy menyelinap ke dapur lalu melihat
acara televisi yang menayangkan Chef
Gusteau, di situ Chef Gusteau
berkata “Makanan baik itu seperti musik dalam hal rasa, dan warna dalam hal
aroma …” kemudian Remy memakan keju
dan muncul animasi warna dan suara, lalu Remy
memakan strobery juga muncul animasi warna dan suara, adegan dilanjutkan
dengan Remy memakan keduanya
bersamaan. “
Dari
potongan adegan dalam film Ratatouille di
atas, Sang Animator menggambarkan bahwa rasa itu seperti musik dan aroma itu
seperti warna. Animator menyampaikan bahwa rasa itu tidak hanya, manis, asin,
gurih, pedas, kemudian aroma itu tidak hanya wangi, harum, sedap, busuk. Lebih
jauh yang disampaikan adalah dari rasa ke suara itu hanyalah tafsir, maka
banyak kita temui tafsir dari rasa gula, manis, sweet, hulwun, amai, dan tafsir dari aroma tidak hanya sekedar
harum, lalu semua
harus mengatakan harum. Dari mana datangnya rasa, suara, aroma? Yang
kita tahu, kita tiba-tiba sudah hidup, dengan dibekali dengan semua perangkat
itu (indra) dan pernah belajar untuk mengendalikan tubuh kita. Dari mana
kehidupan itu datang, kecuali dari sang Maha hidup yaitu Tuhan. Seperti apakah
Tuhan itu? jawabnya tak terkira, tak tercitra, tak hingga, karena semua
perangkat yang ada dalam dirinya kita berkerja terbatas, dan semuanya hanyalah
tafsir. Indra kita tidak akan pernah mampu mengidentifikasi Tuhan, karena Tuhan
yang Maha Besar / tak terbatas mustahil dijangkau oleh panca indra dengan
kemampuan terbatas ( ∞ ÷ (j,k,l,m,n) = mustahil / impossible *j,k,l,m,n
adalah batas atas atau batas bawah dari kemampuan lima indra, seberapapun kita
meretas batas itu tetap saja vairabel / peubah itu masih terbatas). Maka mengapa kita harus bertuhan
kepada Sosok, rupa? Kenapa kita harus bertuhan kepada sosok hanya hidup di
jaman lampau atau jaman tertentu? Kenapa kita harus bertuhan kepada sosok yang
terjebak di masa tertentu? Maka kita harus meninggalkan Tuhan-Tuhan yang
seperti itu. Kita hanya boleh bertuhan kepada Ia yang Maha Besar, tak terbatas,
tak tercitra, tak terkira.
Itulah
tadi tanda yang
telah disampaikan Allah subhanahu wata’ala kepada kita melalui Malaikat Jibril
alaihi salam lewat film Ratatouille. Siapa
diantara kita yang menyadari dari adegan di atas, unit terkecil dari Malaikat
Jibril alaihi salam telah datang kepada kita yang menonton film itu, atau
bahkan kepada mereka yang terlibat dalam pembuatan film Ratatouille itu? Berapa juta pasang mata telah menonton film Ratatouille yang menyadari bahwa mereka didatangi oleh
unit terkecil dari Malaikat Jibril alaihi salam? Ya tentu saja kita tidak akan
mengenali Malaikat Jibril sebagai sosok atau wujud tertentu, tapi jika kita
sadar ada jika unit terkecil dari malaikat adalah sejumlah aturan / protokol melakukan
fungsi tertentu, maka dengan memikirkannya kita bisa mengenali bahwa ada unit
terkecil dari Malaikat Jibril alaihi salam telah datang menyampaikan tanda dari
Allah subhanahu wata’ala. Masihkah kita berfikir Allah subhanahu wata’ala yang
Maha Pengasih berpilih kasih dalam memberikan tanda-tanda mengenalNya hanya
kepada para nabi dan rasul saja, ataukah kita masih berfikir setelah
Rasullullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam wafat, Malaikat Jibril
non-job, angkong-angkong, jadi pengangguran? Allah telah mencukupkan
tanda-tanda mengenalNya kepada seluruh umat manusia melalui Malaikat Jibril
alaihi salam, tapi kebanyakan dari kita abai pada tanda-tanda itu.
Itulah
unit terkecil dari
Malaikat Jibril alaihi salam, telah datang menyampaikan tanda-tanda mengenal
Allah subhanahu wata’ala. Bagaimana dengan Malaikat Mikail alaihi salam? Seorang baby
sister / pengasuh anak, ia selalu tersenyum dan ceria ketika menemani anak
yang diasuhnya bermain, ia juga masih tersenyum ketika anak yang diasuhnya
rewel, beol / buang hajat, karena ia sadar bahwa ia akan mendapatkan gaji /
honor dari sana. Bandingkan dengan kita / seorang bapak / ibu ketika mengasuh
anak kita sendiri, banyak kalanya kita marah ketika anak kita buang hajat, atau
ketika anak kita membuat mainannya berantakan, atau ia menumpahkan minuman atau
sebagainya. Satu sisi Si Pengasuh anak mendapatkan uang / bayaran dari anak
yang diasuh, di sisi lain bapak / ibu yang mengasuh anaknya sendiri hanya
mendapatkan lelah atau tambahan lelah. Maka Malaikat Mikail bukanlah majikan
dari Si Pengasuh anak, unit terkecil dari Malaikat Mikail adalah sejumlah aturan
/ protokol yang menjadikan sesuatu dapat memperpanjang masa hidup (sumber
penghidupan). Maka unit terkecil dari Malaikat Mikail datang pada Si Pengasuh,
begitu pula ia datang kepada kita / bapak / ibu yang menghasuh sendiri anaknya,
maka senyumlah dan ucapkanlah salam kepadanya. Lagi pula apa alasanmu marah
kepada anak yang sedang minta ijin untuk bisa mengendalikan tubuh, tangan dan
kakinya? Kamu marah, karena telah berharap lebih atau membayangkan mereka sudah
bisa melakukan semuanya sendiri atau kamu telah lupa bahwa dulu juga perlu ijin
untuk bisa mengendalikan tangan dan kakimu.
Telah banyak
datang unit terkecil dari Malaikat Mikail datang kepada kita, tapi banyak kita
acuhkan tanpa mengucapkan salam. Ketika seorang dokter mendapatkan bayaran atas
jasa seseorang yang gangguan pernapasan, gangguan saluran pencernaan,
pendengarannya terganggu, gangguan fungsi organ tubuh, dan lain sebagainya.
Sejumlah aturan dan kejadian yang menjadikan dokter tersebut menerima bayaran
atas jasanya adalah rejeki, maka ketika kita dapat mata, hidung, telinga, mulut
dan badan kita baik-baik saja (sehat), disaat itulah unit terkecil dari
Malaikat Mikail alahi salam telah datang menghantarkan rejeki kepada kita.
Bertasbih dan bertahmidlah ketika kita mendapatkan semuanya baik-baik saja
karena unit terkecil Malaikat Mikail telah datang dan menunaikan tugasnya. Usahakan
jangan marah, terhadap segala sesuatu yang kita perkiraan tidak mendatangkan
uang kepada kita. Tetap bersyukur dan tersenyumlah karena di dunia ini ujian
yang kita kerjakan adalah ujian praktik. Praktik sabar itu sulit, tapi ingatlah
di saat yang sama adalah malaikat yang menyampaikannya dan telah diijinkan itu
terjadi pada kita.
Tidak hanya
unit terkecil dari Malaikat Jibril alaihi salam atau Malaikat Mikail alaihi
salam saja yang datang kepada kita, sesaat kita terbangun dari tidur, maka
semua malaikat yang sepuluh datang menyapa kita, dan sejumlah malaikat pengikat
materi tetap dalam kedudukkannya sesuai sunatullah. Tapi ada satu, tidak semua
yang kita kenali kemudian kita turunkan sifat-sifatnya bisa kita tundukkan. Ada
sejumlah hal yang kita kenali dan kita tahu sifat-sifatnya tapi kita tidak
diijinkan untuk menundukkannya, salah satunya adalah darah dan aliran darah.
Kita tahu ada darah dalam tubuh kita, kita juga tahu darah itu mengalir, tapi
kita tidak diijinkan untuk mengendalikannya, itu adalah unit terkecil dari
Iblis. Ya unit terkecil dari Iblis bersemayam dalam aliran darah, kita tidak
diijinkan untuk menundukkannya meskipun kita mengenalinya dan tahu namanya.
Kita hanya bisa membuatnya merespon ketika kita menggunakan ijin untuk mengedalikan
tangan dan kaki kita. Dan aksi terbaik, picuan terbaik adalah ketika
menggunakan tangan dan kaki kita untuk sujud kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka
pada saat itulah Iblis pun ikut sujud kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan
ingatlah Iblis hanya tunduh dan sujud kepada Allah saja.
Mari kita
ingat kembali berita tentang Iblis yang menolak untuk sujud kepad nabi Adam
alaihi salam. Saat itu Iblis bersumpah bahwa “Demi Maha KuasaMu, akan ku
sesatkan mereka semuanya (golangan jin dan manusia)”. Dari sisi Iblis, bantahan
tersebut sebenarnya adalah pembelaannya kepada malaikat, Iblis membela dirinya
dan para malaikat bahwa “Iblis dan para malaikat tidak keberatan jika yang
memotong-motong, atau menggabung-gabungkan sejumlah aturan itu adalah Allah
subhanahu wata’ala”. Iblis keberatan jika yang harus memotong-motong,
mengisolasi / memenjarakan, menggabung-gabungkan sejumlah aturan itu juga
berstatus sesama mahluk yaitu manusia, dalam hal ini Nabi Adam alaihi salam dan
keturunannya. Iblis enggan / tidak mau menurut jika yang memotong-motong,
memisah ikatan, menyambung ikatan itu adalah manusia. Maka yang dimaksud Iblis
dengan menumpahkan darah adalah tidak hanya kenyataan bahwa manusia akan saling
menumpahkan darah tetapi juga bahwa manusia itu kelak akan memutus juga
menyambungkan ikatan-ikatan malaikat. Hingga saat ini manusia itu
memotong-motong, juga menggabung-gabung sejumlah protokol, aturan yang mengikat
atom, senyawa. Manusia mereaksikan satu atom dengan atom yang lain, hingga
membentuk senyawa baru, atau memisahkan / memurnikan senyawa lainnya. Maka
malaikat itu / protokol / aturan / sifat yang mengikat atom / materi itu tunduk
pada kemauan manusia (anak cucu Nabi Adam alaihi salam). Tetap saja ada
sejumlah kasus, sejumlah materi / sejumlah aturan acak, yang sulit untuk
dirumuskan sehingga sulit untuk ditundukan. Maka itu adalah bagian kecil dari
Iblis, tidak semua itu bisa ditundukan oleh manusia. Dari sisi Allah itu adalah
hal yang menjaga Maha BesarNya, sehingga jelas tidak mungkin bisa dikenali oleh
manusia dengan indra dan akal pikirnya. Dari sisi manusia kita hanya diijinkan
untuk tahu dalam batas tertentu, dan bisa menundukan dalam batas tertentu juga.
Dan dalam keterbatasan, dalam ketidaktahuan yang amat besar, sikap / laku
terbaik adalah SUJUD. Tidak ada cara
terbaik ketika sampai pada titik ketidaktahuan / keghaiban / kebuntuan kecuali
dengan sujud.
Sujud adalah tindakan terakhir yang bisa kita lakukan, karena kenyataannya, dunia ini, semesta ini, jaga raya ini, bumi kita dengan segala isinya adalah hal nyata, dan tidak mungkin ada tanpa ada yang memulai. Konsletnya pemikiran kita bahwa semua ini dimulai dari nol, kita mengira hitungan itu dimulai dari nol dan menganggap dunia ini dimulai dari nol. The missing link pemikiran kita adalah mengira bahwa semua dimulai dari tidak ada. Maka sudah saatnya kita memaknai ulang nol bukan lagi tidak ada, tapi nol adalah mati. Dan mustahil segala sesuatu yang hidup ini berasal dari benda mati, segala sesuatu yang hidup ini dimulai dari yang Maha Hidup. Sang Maha Hidup itulah Allah subhanahu wata’ala. Kita tata ulang pola pikir kita untuk mereset ulang bahwa semuanya harus dimulai dari satu bukan lagi nol. Itulah the missing link yang saya maksud. Allah subhanahu wata’ala itu hanya satu dan tidak ada yang menyerupaiNya, dan Dialah sebenar-benarnya Tuhan. Dan kita semua wajib bertuhan.
Ø Kita semua wajib bertuhan, rumus universal mekanika belum ditemukan, dan tidak akan pernah ditemukan. Maka tidak ada pilihan tidak bertuhan.
Ø Pencarian kita melalui disiplin ilmu, fisika, kimia, biologi, matematika, bahasa dan sastra, dan semua cabang disiplin ilmu, adalah untuk mengidentifikasi sifat-sifat dari nama-nama benda dan menundukan aturan protokol yang mengikat benda (malaikat), bukan untuk membuktikan ketidakberadaan tuhan.
Ø Makrifatullah bukanlah hal yang luar bisa sehingga kita bangga-banggakan atau kita jual untuk mengumpulkan perbendaharaan dunia. Makrifatullah seharusnya membuat kita menetapi syariat Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam.
Ø Percayalah / berimanlah pada Allah subhanahu wata’ala dengan sungguh-sungguh iman, yakin dengan sangat yakin.
Ø Tetaplah terbuka dengan segala sesuatu yang kita yakini kebenarannya, dan satu-satunya tutup akan kebenaran adalah La ilaha illallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar